Tentang kualitas, Jangan Bersejak !!

Sudah dua purnama telewat, aku masih kalut dengan coretan pena dikertas kuning, dihempas sepertiga malam yang tidak pernah larut. Masih menyoal kesetiaan, ya betul, kami masih berharap kepada sang maha harap untuk tidak melunturkan semangat kami secuilpun.
48 jam kemarin masih dengan semangat yang sama. Satu persatu mereka datang dengan cerita uniknya masing-masing. Ada yang membahas rindu, ada yang menyoal tentang pribadi mandiri, sampai lampu mati membawa kita pada sinarnya gerhana. Dan, aku hampir tersadar ternyata tidak harus gemerlap lampu, namun hanya dengan sepercik cahaya lilin kita bisa bersama nan harmoni. Tidak pernah menafikan perihal hari kemarin. Aku hanya bertengger membahas kebangsaan bersama rekan sejawat dan kesimpulan pembahasan kami Cuma satu yakni kualitas.
Dia (kualitas) yang harusnya bertahan disela-sela orang yang sudah ditunjuk tuhan, namun kadang hilang hanya perkara nestapa yang setiap hari mengejar sampai dilupakan tentang adzan yang berkumandang dan harusnya sudah mendekat dengan sang maha segalanya. Maaf, sepertinya itu bukan kesalahan namun naluri yang sengaja bingung dan butuh pencerahan.
Lagi, hari masih menyoal kenangan. Sepekan lalu barusaja bertemu dengan manusia cantik ciptaan tuhan yang jumlahnya juga tidak banyak. Anggunnya, pintarnya, eloknya, gigihnya, uletnya, dan sampai setianya. Aku malu melihat hal itu, segelintir orang yang dikemudian hari naskahnya disahkan tuhan sebagai makhluk yang sukses hidup dan akhiratnya. Hanya segelintir, mereka yang tidak pernah bersejak untuk membuat orang-orang disekitarnya lebih baik.
Tetap dengan gaya feminimnya, mereka bisa mengatrol semua paradigma buta yang mengelabuhi orang baru disamping kanan kirinya. Terkadang sampai terbesit direlung hati paling dalam, mengapa mereka yang hanya sedikit bahkan tidak dekat dengan kata lebih dari, itu bisa merangkul kaum disekitarnya, sebenarnya apa daya tarik mereka?
Sampai diseteguk terakhir kopi pagiku, aku berjalan ke rumah tuhan untuk menjalankan fardhu jumat yang harus kulakukan, aku berfikir, barangkali mereka tidak pernah berandai dan bersejak, apa mereka realistis? Atau hanya menjalankan amanah saja? Tidak habis fikir sampai waktu mengulur kami menuju ketempat bermain.
Dulu, sangat dulu sekali. Seringkali orang-orang menyalahkan hanya karena ada pertanyaan perihal sejak. Ini juga yang membawaku kedalam atmosfer untuk lebih memahami mereka. Untuk kali ini pemahamanku tentang wanita dan karya indahnya tidak berbelit. Sampai aku sadar yang mereka lakukan tulus dan bahkan tanpa merencanakan pengandaian. Yang mereka lakukan semata-mata untuk membahagiakan yang ada dan yang didepan mata. Walaupun kadang, diantara mereka ada yang terasingkan sejujurnya.
Namun, hanya karena mereka tidak pernah berkata “sejak ada kami semua jadi lebih baik, sejak ada kami banyak yang dianggap salah, atau bahkan sejak ada kalian semuanya menjadi tidak berbudaya”. Mungkin itu yang membuat mereka selalu juara perihal indah dan setia, ah dasar bodoh. Ternyata aku alpha di pelajaran ini.
Sampai pada akhirnya semua manusia berkesimpulan. Ribuan pasukan pintar dibawah satu komando bodoh mungkin hanya terlihat menakutkan tapi puluhan pasukan bodoh dibawah satu komando pintar tidak hanya terlihat namun sudah pasti sangat menakutkan dan bisa jadi berbahaya. Oleh sebab itu, jangan pernah bersejak perihal kualitas. Sebab apa yang dilihat orang banyak belum tentu sah dilihat tuhan yang hanya maha satu. Dan tuhan tidak pernah mendahulukan kuantitasnya.
Salam santri nusantara

Jombang, 07 Agustus 2017

Surat Palsu Untuk Tuhan

Maaf, jika setiap harinya aku melakukan kewajiban secara sendiri. banyak dari mereka yang jadi makmum dan berbondong-bondong berada satu shaf dibelakang imam. Yang jadi pertanyaan mendasarku adalah, menyoal tulus apakah setiap kepala wajib memilikinya? Atau hanya sekedar mereka ingat usia yang sudah hampir tidak bisa dikata senja pada akhirnya semuanya berpura-pura. Ah kalian palsu !!
Maaf, jika setiap petang aku selalu terlelap dalam selimut bintang-bintang yang kadang kedinginan menyapa dengan tertawa jahatnya, aku tidak penah menggenggam sepertiga malam dan hampir aku hapuskan dari list keseharianku. Padahal sangat-sangat sejuk sekali bukan udara diwaktu itu. Dimana matahari dan ayampun sudah bersiap untuk bangun dan membangunkan. Manusia di alam semesta ini sudah siap sibuk dan menyibukkan. Dan oh iya, mereka semua pun datang ke rumahMu. Yang menjadi pertanyaan sederhanaku adalah, apakah benar memang mereka datang itu dengan satu niat sama yang suci, atau datang hanya karna paksaan profesi? Ah kalian palsu !!
Maaf, jika setiap deik yang berdetak hampir rinduku tidak pernah terpupuk sehat perihal kamu, yang aku rindu selama ini hanya manusia dan sebatas manusia, tidak lebih dari hal itu. Sementara, aku mengetahui sisi hebatmu banyak yang merindukan dan memang terjadi dalam skala yang tak terhingga. Kamu adalah satu-satunya yang didamba manusia yang selama ini kurindui. Persoalan mendasar yang masih jadi pertanyaan pribadiku adalah, memang betulkah semua yang datang itu menomorsatukan kamu dalam semua hal? Atau hanya perihal iba dan meminta belas kasih sehingga mereka seperti itu? Ah, kalian palsu !!
Terkadang dikehidupan ini kita hanya terpatri dalam dua hal, berprasangka atau berwaspada. Karena memang hal tersebut tercipta sudah dari sejarah untuk bersama. Misal, tidak sengaja kita melihat sepasang kekasih yang salah satu diantara mereka memang tidak kita setujui secara pribadi, entah dari paras atau tindak tanduknya. Yang jelas pertama kita pasti beranggapan, entah berprasangka perihal baik atau buruk dan selanjutnya pasti berwaspada dengan anggapan yang lain, betul begitu bukan?
Kelak, pada rindu-rindu yang tak berujung, pada kasih senduMu yang agung, aku akan menemuiMu sendiri tidak perlu disetiap pagi, malam, ataupun sepertiga hari diselimuti bayang-bayang bintang. Aku akan bermunajat sampai aku lupa, mana aku, kamu, dia dan juga kita yang aku satukan dalam satu doa. Sehingga kamu paham bahwa aku bukan palsu perihal kamu. Karena yang kutahu selama ini hanya tulus. Dan menyoal pamrih tidak pernah ada dalam kamus sehari-hariku.
Semoga surat ini tersampaikan kepadaMu utuh tanpa perantara. Amiin,
Jombang, 2 Agustus 2017

Ini (bukan) Pelajaran Su'ul Adab

Jika memang aku tidak pernah mengerti tentang susahnya berjuang. Ketahuilah, sejatinya aku juga butuh belajar untuk mengerti perihal perjuangan yang sampai saat ini aku pertanyakan jelasnya seperti apa dalam berbagai macam sudut pandang. Biar tidak ada paham yang disalahkan. Bukankah sangat romantis kalau kita masih mampu meneguk satu sampai dua teguk kopi dengan bersama-sama lalu berbicara perihal cinta yang semesta sudah mendukungnya? Tapi kenapa aku masih sebodoh ini, tolong ajari aku mengerti sebuah kata ikhlas.
Kemarin disepertiga malam yang lalu, aku terbangun dengan penyesalan yang mungkin sangat tandus dihati, mengikis sisa-sisa asa yang hampir kutumbuhkan satu-persatu. dan lagi, rasa ketidak sopanan ini menjadikanku bayangan menyoal kesalahanku didetik-detik yang lalu. Yang kusesalkan bukan apapun, cuma satu, dimana kopi dan meja kita sudah tidak sejajar. Padahal sebelumnya kita pernah membuat mimpi dalam skala besar dan bersama-sama.
Bukankan itu yang dulu pernah kita diskusikan, terkait semua elemen yang jika bersatu akan menjadi indah, harmoni dan suci. Sampai pada akhirnya tuhan melirik untuk mengangkat semua derajat kita. Namun pelajaran kecil kali ini memang mengajarkanku bahwa mencintaiMu dan mencintaimu memang butuh hal yang luar biasa karena memang kalian tercipta dan dicipta bukan dari rahim yang sederhana. Sekali lagi, maaf.
Terkadang, langit senja disore menjelang malam itu indah dan menarik perhatian, namun itu cuma singkat. Lalu, kenapa masih berkutat dengan hal yang sejatinya menipu itu. Memang, yang indah akan nampak indah dan menarik untuk dipandang berlama-lama. Namun, kenapa tidak melirik keindahan yang lain. Bercengkrama dengan manusia yang benar benar dia benar misalnya. Karena yang semua orang tahu kesalahan itu biasanya terjadi hanya karena hal sepele. Tidak mengerti sikap dan tidak percaya cakap contohnya, dan juga beda pandang yang dijadikan salah. Seperti itulah kurang lebih.
Maaf, ini mungkin jadi diskusi pribadi kita disela-sela maya yang setiap hari membuat fitnah. Bukan perihal indah, namun kadang dia datang dengan seenaknya. Mengotori misi suci kita dan semua orang menganggap ‘setuju’ dengannya. Lantas, apakah ini bukan pelajaran sia-sia. Lalu apakah aku dianggap tidak melakukan dusta jika janjiku tiba-tiba tersingkirkan begitu saja.
Ah sudahlah, ini bukan pelajaran su’ul adab. Sekali lagi, maaf. Aku masih lelaki biasa yang sampai kapanpun akan berada dibarisan depan dengan ribuan tusukan pisau untuk membelamu, tidak mungkin sakit. Karena yang kutahu doamu untuk menembus langit sangat-sangat di ijabahi. Maafkan aku, guru.
jombang, 1 agustus 2017

Perihal Melupakan (kewajiban) mu

Kali ini aku benar-benar kabur, menyusuri langkah dengan keramaian sebelumnya, mencoba mengukir baris demi baris artikel yang sebelumnya pernah diukir oleh pejuang-pejuang yang sejatinya berjuang, dan kini hampir aku lupakan.
Jujur, aku hanya lelaki biasa. Yang hanya mampu menjawab ‘nggeh’ ketika titah darimu sudah membabi buta. Yang dimana bagian dari monumen bersejarah ini cuma sisi kosong tanpa wibawa sebenarnya. Sering kali kau ucap sumpah dengan ancaman yang menjadikan kami semakin berani untuk berlari.
Jujur, aku hanya lelaki biasa dimana harap tentang barokah masih ingin kami raih, perihal santun masih ingin kami capai. Meskipun setiap harinya kau berlibur dan kau menginturksikan kepda kami untuk berbaur. Tidak sulit memang, namun sesungguhnya pengertian lah yang kami harapkan.
Jujur, aku hanya lelaki biasa. Yang dikata orang penuh dengan pengalaman diluar sana dan bisa menguasai seluruh media, namun faktanya ketika kedatanganmu dalam sebuah surat SK, malah kamu yang sepertinya mampu disemua media dan bergerilya dibanyak gaya. Padahal celoteh orang diluar sana kesibukanmu hanya perihal uang dan dunia yang lainnya. Bukan tentang kami dan keberlangsungan hidup umat disekelilingmu.
Lalu, apa yang harusnya dilakukan kami, yang dimana ketika evaluasi hanya kesalahan yang kami raih, solusi-solusi semu yang hanya sebagai pengindah pembicaraan kemarin, dan juga perihal omongan yang hanya kosong ketika kata-kata sebelum kata tapi selalu menjadi awal pembicaraan. Padahal sebenarnya kami tahu yang kamu inginkan hanya menuruti egoismu saja sampai kami lupa tentang hal wajib yang harus kami lakukan sebelumnya.
Perlu kamu ketahui, pelangi datang itu selalu ketika hujan selesai runtuh dan jatuh, namun kenapa kamu masih menyoalkan masalah yang harusnya kamu tahu juga pasti ada hikmah dibalik semua itu? Ini aku yang bersalah atau kamu yang pemilik benar itu? Apa tidak ada jalan selain solusi? Cobalah dipikirkan lagi, sebenarnya apa yang da dibenakmu?
Kamu juga tahu kan, hanya tentang ketikan kata-kata kamu brani mencela, sedangkan medan perang sebenarnya adalah kita? Bukan layar handphome ukuran 5 inchi yang selalu kamu bawa-bawa, yang ketika rapat selalu kamu pakai untuk aktifitas apatis dan tidak menghiraukan sekitar. Keluhan kami bawa, masalah kami jaga, agar ketika berbicara tidak salah. Namun fakta berkehendak lain, kamu lebih memilih menganggur dan melempar pendapat kepada orang lain.
Padahal aku dan kami tidak perlu menunggu orang lain untuk menghadapi maslah, kami dan aku hanya menunggu kamu, bahkan berlama-lama denganmu pun kami rela serta berani asal kamu berikan solusi pasti demi sebuah kebutuhan umat yang hakiki? Bukankah begitu harusnya menjadi sosok kyai yang suci? Kontaminasi, intervensi yang harusnya mampu kamu tepis dengan lafadz-lafadz tuhan, bukan malah koalisi? Aku harap kamu paham apa yang kami maksud.
Oh iya, aku hampir lupa, kemarin mereka sempat berkata kepadaku, mungkin bisa kau jadikan ajaran untuk bahan berdiskusi, katany mereka kemarin bilang kepadaku bahwa kata-kata sebelum kata tapi adalah omong kosong. Itu saja sudah terimakasih. Salam santri nusantara.
Jombang, 31 juli 2017

Menyoal cinta dan mushafNya

Maaf, aku yang selama ini hampir melupakanmu untuk kepentingan tidak penting yang dipentingkan oleh orang-orang banyak namun tidak menjadi penting dimataMu dan didalam isi bait-bait cintamu. Sebenarnya hanya masalah waktu, dimana aku dan kamu akan bertemu setiap waktu, membahas rindu serta perihal kecil yang menyangkut semua umat di atas kuasaMu. Membagi cerita-cerita sejarah nyata yang hampir dilupa banyak manusia.
Dispersekian detik untuk sepersekian harinya aku hanya menolehmu sejenak, terkadang aku hanya mencium keningmu bagian luar, bahkan nadimu tidak tersentuh sedikitpun oleh otakku. Sungguh munafik bukan, ditengah orang-orang yang banyak menghafalmu, namun kau dijadikan senjata untuk kebutuhan mereka yang tidak pernah membawa nama surga sedikitpun. Yang kutahu perihal kamu, dibahas oleh orang-orang yang berpengalaman bersamamu, kamu hanya dijadikan batu loncatan untuk menuju ridhoNya melalui jalan mereka masing-masing. Dewan, petinggi, pesohor, muballigh, sampai antek-antek soeharto yang menjelma menjadi kyai di era modern ini.
Aku kadang sedikit miris melihatnya, aku yang selalu lalai perihal kamu, namun setidaknya aku tidak pernah muluk-muluk untuk selalu mendekapmu. Dimana orang-orang yang berada dikubah biasanya hanya menentengmu dan percaya kepadamu cuma dimainkan seketika waktu, Tidak setiap waktu. Sementara aku yang harus susah dan malu ketika tidak hafal perihal sifat sedikitmu itu. Apakah hanya ucapan istighfar yang layak ditelinga kanan dan kiriku, supaya aku tahu bahwa dengan kamu itu bukan tentang butuh tapi tentang  utuh. Semua melalui ceritamu.
Orang mudah tertarik dan mudah melupakan tentang paras indahmu, yaaah... lagi-lagi menyoal mereka yang menentengmu seakan kamu anak tiri dan mereka sudah menguasai semua nadi dipenjuru bumi ini. Di lampau kau tercipta yang aku tahu semesta menjunjungmu tinggi? Tapi, mengapa sekarang bisa terbalik seperti i ini, aku hanya berdoa semoga ibumu tidak pernah mengadu perihal sakit yang tak berdarah ini, sehingga kamu tetap abadi di hati para muslim yang sejati.
Kelak ketika oang-orang sadar bahwa memilikimu itu segalanya, biarkan cinta yang membawa mereka pada keabadian hakiki menjaga kamu seutuhnya dan mengharumkan naskah sejarah dalam setiap bait yang disuarakan untuk semua orang.
(Jombang 25 juli 2017)

Semuanya Tentang Abdi

Oke, sudah kurang lebih enam hari berlalu dihari kemenangan, kita menghabiskan puasa dipenjara suci sampai kembali pada hari yang fitri. tapi tetap sama, menyoal rindu yang tiada habisnya. Aku sendiri yang tidak kuat menafsirkan indah waktu itu. Saat adzan maghrib diburu habis-habisan, saat suara amiin dalam mantra terakhir kalimat fatihah dengan lantang diucapkan. Sekarang semua menjadi sepi, hanya berkas yang membekas dirumah ini.
Kini hari fitri sudah berangsung, sosok bapak yang dikenal agung dan berwibawa itu masih sibuk dengan para tamunya, masih ada manusia yang bertahan disana ketika yang lain meraih tangan dan berjabat didesa sebelah. Sangat mulia sekali. Rasanya iri. Bait demi bait naskah ini mencair, bak air mata yang tak mampu untuk diusap lagi dengan selembar tisu. Kami sangat cemburu padamu.
Ya, mereka disebut abdi ndalem biasanya. Kadang tidak semua dari mereka yang kerjanya bagus, kadang ada yang sembrono dalam bertugas, kadang juga sangat sempurna dan tidak pernah lalai, sampai suatu ketika ada panggilan dari penguasa dia bergegas untuk mengangkatnya. Ditengah larut hausnya badan ini menyurut. Tapi, semangatnya yang membuat kita cemburu. Pemandangan seperti itu menjadi candu, tak perduli dia belum mandi atau tidak makan sekalipun. Baginya, tugas tetaplah tugas.
Rela meluangkan waktu dan memberi waktu luang demi mencari sebuah barokah, Hanya barokah. sebenarnya apa yang perlu dipertahankan jika hanya gaji yang tidak terlihat manusia yang didapatkan. Perihal barokah sangatlah buram bukan? Sama sekali tidak masuk akal bukan? Tapi banyak sekali yang berebut bahkan sampai menjilat dan menghalalkan segala cara demi mendapatkannya.
Terlepas dari itu, menyoal sifat baik dan buruk yang dilakukan seorang kepada sosok yang dipanggil bapak tersebut mungkin akan sama dimata beliau tapi tidak sama dimata sang pembuat naskah. Kadang aku sendiri miris melihatnya, ini hari sudah petang, hampir dihari fitri ke detik sekian kita bersama-sama menjalankan. Tapi mengapa? Kamu dan antek-antekmu masih saja menjilat, menusuk dari belakang dan mengambil kesempatan baik hatinya seorang terhadapmu. Apa tidak terbesit sedikitpun untuk insaf? Atau sekedar menangis ditempat gitu? Dasar biadab. Semuanya gara-gara kamu dan kamu.
Pesanku kepada orang yang kucemburui, yang setiap hari hanya memberikan semacam unjukan kepada sang kaisar untuk mendapat barokahnya. Yah betul, abdi ndalem.- aku hanya ingin berpesan dan sekaligus memberikan ucapan kekesalan. Semoga yang kamu lakukan benar-benar tanpa pamrih sehingga tidak ternoda sedikitpun kuatmu untuk meridho semua kebaikanNya, semoga kamu tetap bisa amanah dan jangan sepertiku yang hanya dapat kategori tukang menggerutu, semoga kelak ketika kamu sudah pulang dan kembali dalam genggaman orang yang melahirkanmu, pibadimu sama persis. Sehingga, ketika aku sudah kehilangan sosok bapak, aku tetap bisa bersua denganmu dan mencium sebagian kulit dibagian jemarimu, sudah itu saja.
Tangisku sudah tak mampu dibendung, ini bukan hanya perihal aduh, namun ini suara teduh dari hati seorang perindu, semoga semesta mengetahui hari fitri kali ini adalah perubahan yang akan dijalankan perihal ketegasan. Karena bagiku, menyoal masalah sumpah, aku dan teman-teman sudah disumpah atas nama garuda, lantas alasan apaagi yang harus kami nyatakan untuk pengguguran diri. Sedangakan kau yang hanya berbekal “nggeh romo”, namamu diagung-agungkan sampai kepelosok negeri yang angkuh ini. Semoga ketidak adilan ini menghasilkan sebuah senyuman, walaupun hanya di akhir cerita. Karena harap ini nyata bukan hanya celoteh seorang yang hampir musnah diusia senja.- Rahayu
(Jombang 01 juli 2017)

Sajak Rindu Pesantren

Hari ini masih tetap sama. Dibungkus indah ribuan senja aku bersembunyi dibalik indahnya. Menikmati sampai entah nanti diri ini terkubur sepi karena sebuah fitnah atau barokah. Karena sejatinya hidup sudah tertuang dikitab washiyatul mustofa. oleh sebab itu aku tidak perlu mengkhawatirkannya lagi.
Sementara kamu dan seisi rumah ini adalah alasan kenapa aku tetap bertahan dikota pesakitan ini. Dimana semua orang hanya menangis perihal rindu, seorang hanya lari perihal ingin bertemu sampai ada yang pulang dan tidak kembali perihal sepi. Itu semuanya sudah tergambar lengkap dikehidupan ini. Dirumah mereka bisa menikmati satu kamar sendiri, sementara disini kotak ruang sepersekian meter mereka harus menikmatinya bersama-sama bahkan tidak akan ada ruang untuk menyendiri.
Sedih bukan? Tidak sama sekali, dimana semua keluh dan kesah sudah tertumpah ruah, banyak sahabat yang lainnya yang menjunjung tinggi didepan mata sampai kita paham apa arti bersama. Namun banyak yang menyikapi itu sebelah mata, bahkan mereka menganggap ini penjara.- bukankah ini semua tentang pencarian jati diri dimana kita berani dilepas disebuah rumah konglomerat yang tuan rumahnya sendiri masih mengaji. Apakah kita tidak ingin ikut serta atau membantu mengkhatamkan kitabnya?
Lalu, kenapa kamu masih saja ragu menyoal rindu disini. kembalilah sahabat. Disini banyak sekali rindu yang dapat kau urai. Kau juga bisa menikmati senja disetiap sudut lantai atas. Apakah kau tahu bahagianya disini meskipun banyak fitnah dari setan yang berupa manusia berkopyah. Ah, tapi itu kalah serunya dengan buaian hangat seorang sahabat dengan membawa pena dan kitab. Sangat kalah jauh. Sekali lagi apa kau tidak menyesal ntuk berpaling?
Baru ingat, sekarang sudah buka puasa. Pasti banyak kenangan kan menyoal buka puasa disini, tentunya tidak kalah enak dengan masakan ibu kesayanganmu dirumah, tapi sensasi harmoni yang didapat apakah tetap sama? Rindu kali ini berbentuk hujan asal kau tahu? Dia jatuh basah dan membasahi semua tanah meskipun yang basah Cuma tanah tapi dikasat mata sudah menyerupai air. Sangat deras dirasa. Sudah itu saja.
Mungkin sajak rindu ini hanya semacam bualan yang tidak penting, namun semua ini mewakili indah yang pernah aku dan kamu rasakan sehingga mampu menjadi kita. semoga abadi – Rahayu.

(jombang 4 Juni 2017)

Bukan sekedar Al-kitab

Masih disetiap senja yang menemani dengan secangkir teh panas serta senyuman ceria ribuan manusia yang berkumpul dalam satu wadah. Dikepala lima dia bertengger tegak dengan ribuan doa yang sudah terpanjat perihal sukses dan masa depan yang cerah nan abadi. Buaian hilal yang sudah ditentukan pada hari ketiga inilah naskah mulai dibangun. Dia yang tak henti-hentinya, mulai dari mata yang masih sehat sampai memakai pembantu kaca yang ditempelkan dikedua bola matanya, tetap setia dengan pegangan kuningnya. Kuningnya bukan sembarang kuning. Disana sudah menyoal ribuan masalah beserta solusinya yang siap dikaji disetiap detik dalam kehidupannya.
Yaaaah, kita biasa menyebutnya kitab kuning. Mungkin sebagian besar dari kita sudah tahu apa yang dimaksudkan dengan kitab kuning. Namun, isi yang tersirat melalui surat didalamnya apakah ada yang memahami sepenuhnya?
Ini lebih dari perihal kamu yang setiap hari berusaha menggerogoti isi hati yang sejatinya keras ini. Betul sekali, kertas balutan warna dasar kuning ini lebih tajam untuk menggoyahkan hati yang kian kalut. Yang disetiap hujan merindukan kenyamanan, yang disetiap kemarau merindukan kedamaian. Namun apalah daya hanya bisa menerima kenyataan serta merubahnya menjadi lebih indah.
Kertas ini juga yang biasanya menceritakan tentang mudahnya menikmati hidup. Tentang bagaimna kehidupan ini sebenarnya bisa digapai dengan dua tangan dan dua kaki saja. Namun dipersulit oleh manusia yang seakan butuh kursi sebagai tahta dan menyalahgunakan aturan yang sudah diterapkan didalam al-kitabNya.
Kamu atau kita, semua sama. Apakah tidak ada sedikit memori perihal balutan bolpoint hitech menggores lembut seraya suara kyai meneriakkan maknanya dengan lantang serta maksud didalam kertas terebut dengan khidmat. Bukan menyoal kenangan yang lalu atau bahkan bayangan semu yang membuatmu membeku. Ini hanya sebuah rasa yang sudah terpatri didalam diri. Karena mengaji kitab kuning ini ibarat kita memandang langit. Birunya tetap sama tapi ketika kita memahami sepenuhnya maka akan ada subhanallah disetiap pandangannya.
Semesta, maukah kau untuk mengingatkan mereka kembali? Mereka yang dulu pernah menyentuhku bahkan pernah memahamiku meskipun sesaat? Sehingga mereka semua paham bahwa akulah yang sejatinya dipelajari, bukan rentetan bualan-bualan yang dipoles suci sampai saat ini mereka terdholimi? Dan berpangku pada harap, angin membawa kita pada perdamaian abadi melebihi kitab kuning yang mempersatukan kita sebelum manusia yang lain merusak saat ini. Amiiiiin.
Ini adalah doa laknat pembuka ramadhan

(jombang 28 mei 2017)

Bagaimana seumpama kita tukar pahala dengan uang?

Bagaimana jika kita sebagai manusia berfikir bahwa pahala itu dianalogikan sebagai uang atau derajat? Oke, diskusi kita dimulai dari sini.
Diera globalisasi ini, masyarakat indonesia seringkali mlakukan hal yang tidak masuk akal, mempersulit hal yang wajar dan memperwajar hal yang sulit. Apabila tes SIM dilakukan dua kali tes, yang pertama dikepolisian dengan tes jalan menggunakan motor dan pilihan jalan yang ada, dan yang kedua dilakukan dijalan umum. Dengan anggaran yang sama dan ketentuan apabila gagal maka mengulang di hari selanjutnya. Itu adalah contoh masalah bahwa mempersulit hal wajar.
Logikanya, kenapa tidak langsung tes dijalan? Kenapa harus melalui sistematika dengan tes dikantor polisi terlebih dahulu menggunakan motor bebek? Dan yang paling penting adalah kenapa sistematika harus serumit itu? Kita kembali kekajian awal bahwa Al-qur’an sudah mengajarkan kita idealis sejak awal. Seharusnya didalam firmanNya sudah dijelaskan bahwa tuhan tidak mungkin menguji hambanya tidak sesuai dengan kemampuannya. Berarti, seharusnya pelaku tes SIM atau yang bersangkutan bisa dan sanggup melakukan dua tes tersebut. Dan di firman selanjutnya bahwasanya Tuhan tidak akan merubah nasib hambanya kecuali hambanya merubah nasibnya sendiri. Naskah tekstual ini secara kontekstual manusia secara umumnya akan menganggap bahwa firman ini akan berguna dalam kondisi apapun, namun faktanya?
Sistematika yang diperumit manusianya sendiri sehingga makna dari ayat yang pertama bertolak belakang, ketika Tuhan mempermudah makhluknya dengan petunjuk yang sudah di nash, tapi mengapa manusia yang seharusnya melanjutkan langkah tuhan ini malah mempersulit keadaan? Mungkin bisa dikuatkan dengan ayat kedua bahwa setiap makhluk wajib merubah jalan hidupnya sendiri, namun kenapa ketika tidak bisa merubah kesempatan yang diberikan manusia, solusinya tidak semudah tuhan memberi kesempatan hambanya untuk bertobat berkali-kali?
Mungkin bagi anda yang paham tentang kajian islam maka bisa menjawab semua ini dengan makna eksplisit dari sebuah dalil. Namun mari sejenak kita taruh dogma-dogma istimewa tersebut dan mengedepankan nalar sehingga kita berfikir realistis? Anggap kita ini aliran qodariyah yang mengutamakan dalil dan mengedepankan logika, intinya sama-sama digunakan untuk berfikir?
Itu hanya hal spele mengenai tes SIM yang dikaitkan dengan ayat Al-qur’an, namun bagaimana dengan hal lain terkait itu, seperti halnya politisi indonesia yang kebanyakan muslim, Kementrian agama? Pernah terjerat kasus suap? Pendiri salah satu organisasi masyarakat muslim pernah terlibat kasus penistaan beragama? Musisi-musisi muslim terjerumus didalam dunia perpolitikan yang berujung masalah hukum dipengadilan? Dari hal sesepele itu bisa sedikit kita simpulkan bahwa semakin pintar orang memaknai naskah semesta maka semakin banyak pula yang melakukan pelanggaran didalamnya?
Kita kaitkan lagi dengan pesantren? Pada dasarnya mindset kebanyakan manusia beranggapan bahwa semakin banyak santri yang mondok dipondok pesantren itu maka semakin banyak pula penghasilan yang didapat, berarti terbukti bahwa pondok pesantren tersebut memang berkualitas secara logika, namun tak jarang orang berfikiran semua yang ada dipondok pesantren yang fasilitasnya memadai berarti harus disertai dengan administrasi yang mahal, pada akhirnya kesan orang tua yang akan memondokkan anaknya melihat keadaan yang seperti itu mengakibatkan menurunkan derajat pesantren secara kualitas. Jelas, yang dipikir orang tua semacam itu adalah provit yang didapat pesantren? Mereka tidak pernah berfikir bahwa membiayai tenaga cerdas untuk menjadi fasilitator santri itu mahal, biaya makan yang semakin mahal dan tidak jelas harganya, belum juga fasilitas penunjang yang ada diasrama.
Oke, selesai disana. Yang dipikir pengasuh adalah semakin banyak santri semakin banyak provit, semakin banyak provit maka kebutuhan terpenuhi, semakin kebutuhan terpenuhi maka santri berkualitas, semakin santri berkualitas maka nama pondok pesantren akan terlihat bagus dikalangan semua orang. Betul begitu? Belum memikirkan hal lain semacam tingkat banyaknya santri berbanding lurus dengan tingkat kriminalitas santri, betul demikian? Namun yang dipikir orang tua adalah pondok pesantren yang besar dan santrinya banyak pasti biayanya mahal, dan biaya mahal pasti tidak semua orang masuk kesana, pasti didalam administrasi ada seleksi didalamnya, setelah seleksi pasti yang terpilih yang berkualitas saja. Dari kedua pemikiran tersebut jelas semuanya tidak mungkin sinkron hanya karena sudut pandang berbeda dan urusan dunia yang menyangkut keuangan.
Mereka tidak pernah menyadari bahwa adanya sismbiosis mutualisme itu membuat semua menjadi mudah. Contoh, ada pesantren besar dan biaya masuknya mahal karena ditunjang fasilitas, kemudian orang tua berfikir ‘anak saya nanti saya pondokkan disana, nanti masalah uang bisa saya carikan, toh seumpama anak saya nanti sukses rezeki itu bakal dikembalikan tuhan melalui anak saya’. Sampai pada akhirnya antara kedua belah pihak berani berusaha, berani rugi dan berani berhasil dengan perjuangan yang sama-sama dihargai. Namun faktanya?
Kita kembali ke pembahasan awal bahwa Al-qur’an mengajari kita idealis sejak awal, mari kita pikir baik-baik. Masalah dari kedua belah pihak hanya satu yakni uang dan mereka berdua tidak pernah memperhitungkan pahala yang nominalnya sangat jauh lebih dari uang. Kita kembangkan lagi, sampai pada akhirnya gara-gara perkara uang orang banyak yang pesimis, tidak ikhlas, mudah iri, dan gampang menuduh, serta menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang. Wal hasil, terjadi korupsi, banyak yang melakukan nepotisme dan kolusi menyebar disetiap pemikiran masayarakat awam pada umumnya.
Seumpama kita menggunakan nalar 99 sifat Allah salah satunya  yakni sabar, percaya, baik, dan juga amanah. Pasti semua berjalan dengan baik. Semisal, pengasuh memberikan edaran pembayaran pondok pesantren dengan nominal yang sudah rinci, memberi iming-iming kualitas pondok yang ditunjang dengan tenaga pengajar profesional. Kemudian orang tua mau berusaha demi masa depan anaknya dengan usaha yang ada, ikhlas untuk memondokkan anaknya. atau istilah lainnya menginvestasikan masa depan. Seperti acuan pada muamalah adalah sikap saling antarodhin sehingga mewujudkan etos kerja yang saling percaya dan berujung maksimal dengan kepercayaan yang ada.

Oke kita konklusikan bersama bahwa karena uang orang jadi pesimis, karena pesimis orang tidak percaya pahala, karena tidak percaya pahala orang jadi kufur, karena kufur orang jadi jarang membaca al-qur’an, karena jarang membaca al-qur’an orang jadi sering ngawur, karena ngawur orang jadi salah kaprah, karena salah kaprah orang jarang berfikir logis, karena jarang berfikir logis pada kematiannya mereka tidak bisa tenang, berarti gara-gara uang orang tidak bisa tenang. Oleh sebab itu diskusi kita kali ini dinamai Bagaimana jika pahala kita tukar dengan uang? Supaya orang tahu bahwa uang bukan jalan utama meraih ridho ilahi. Akhirulkalam. Salam santri nusantara

Sajak kuli Santri

Hari ini aku mulai lelah, menata naskah demi naskah yang pada akhirnya terabaikan. Membuat mimpi yang sepersekian detik aku pertimbangkan nyatanya juga dicampakkan. Seakan aku ingin melepas kopyah dan sarungku ini. Bukan berarti aku tidak ingin mendapat predikat santri lagi, namun satu hal yang pelu kau ingat. Aku bukan kuli yang seenaknya kau suruh bekerja rodi. Kau tahu kan aku ini santrimu? Mengaji dan mengabdi demi mendapat barokahmu?
Sudah memasuki bulan keempat, dan kau seakan masih membuat kesepakatan tersembunyi dengan orang-orang lain untuk membuat sistem baru, hey.. kau tak ingat bukan? Ayahmu dulu kuatnya seperti apa? Wibawanya seperti apa? Tapi kenapa sekarang berubah semenjak kekuasaan ada ditanganmu sepenuhnya?
Semua orang pernah melihat senja, semua orang pernah merasakan hujan, bahkan terkadang sebagian orangpun kehujanan disaat senja. Tapi apakah kau tahu? Mereka tidak pernah mengeluh, mereka malah menganggapnya itu syahdu. Indah disore hari kehujanan rahmat dan mata melihat senja dengan gamblang sampai pada akhirnya suara tuhan memanggil dari kejauhan.
Kau berkilah seakan raja, menyebar perintah kesan kesini. Membuat titah untuk mengabdi. Sebenarnya itu kepentinganmu bukan? Berapa orang yang kau sakiti? Berapa orang yang kau lucuti? Berapa orang yang mengharap sudi tapi malah kau caci maki?
Ah aku lupa, perihal bahagia kau tak pernah mendapatkannya. Kau lupa pelajaran tentang kehujanan disaat senja. Indah bukan? Syahdu bukan? Tapi yang ada dibenakmu hanya uang uang dan uang. Sudah , itu saja. Sekarang ketika semua kocar kacir, santrimu pergi tanpa izin, mereka tiba-tiba menyimpan dendam yang tiada akhir. Lalu, apa yang mau kau perbuat lagi?
Ah aku juga lupa, bahwa kau sudah melupakan tawa saat mudamu, saat kau tahu bahwa jemuran adalah singgahan yang cocok untuk malam minggu, menikmati pakaian rusuh yang jatuh diantara dinding-dindinganya itu bagian daripada mengenang masa lalu barokah. Tapi sekarang? Faktanya kau sudah membuat kebahagiaan baru, lelahmu dulu kau anggap sebagai masa lalu.
Tentang ro’an takror dan ngaji kitab kuning, mungkin masih kau ingat. Betul, kau hanya ingat kejadiannya saja, kau tidak pernah ingat perjuangan santri-santri jaman dahulu sampai sekarang melakukannya. Usah kuulang lagi bahwa kau yang punya perintah, kehendakmu adalah kewajibanku, bukan hanya aku tapi semua yang menganggapmu guru.
Sudah itu saja celotehku didini hari ini, setidaknya aku tahu pada bulan keempat ini kau dan aku belum menjadi kita. Sehingga barokahNya masih belum bersandar disudut dinding hati kita dan mereka yang menganggapmu ada. Berdoalah, semoga kejayaan hadir disetiap detik tingkahmu. Berdoalah, semoga kebahagiaan hadir ditiap langkahmu sehingga kau tahu bahwa membuat keringat itu tak semudah membalik baju yang setengah basah. Salam lestari

(jombang, 12 april 2017)

Hipokrit politisi berkedok kyai

Mereka datang dengan segenggam janji, membuat bukti diatas jalinan kasih kitab suci, belajar, mengadi, sampai pada akhirnya berlabel kyai. Itu dulu saat cerita burung masih lahir dari sebuah telur dan rahim yang pintar masalah tirakat.
Cerita sekarang, hanya menggantung diatas bayangan. Para penerusmu yang pintar bersilat lidah. Menebar janji-janji buta beralibi barokah, seadil itukah hidup kami, semurah itukah balasan yang kami dapat. Perihal setia, kami memang bukan tempatnya, tapi kami disini belajar bertanggung jawab dengan peraturan yang kau buat.
Betul, kami hanya santri, kau suruh mengaji kami berangkat, kau suruh sholat kami berangkat, bahkan kau suruh diam dan santun terhadapmu kami pasti terikat. Namun satu hal yang tidak pernah kamu ingat.! Dahulu kala, yang membuatmu seperti ini siapa, lalu kenapa sekarang kau rubah semua?
Bangunan tua yang menjadi simbol kini roboh, mulut congkakmu hanya berkata “ini demi kemajuan pondok”. Gapura suci nan lusuh yang biasanya kami ceritakan kepada orang-orang rumah, kini berubah total menjadi monumen yang bertuliskan undang-undang fitnah.
Sebenarnya kau ini siapa? Lantas kenapa kau masih berkelit perihal fakta. Sudahlah, kau hanya ingin seperti ayahmu dahulu namun belajarmu masih kalah serius dengan kami, kami dididik tawadhu’ sedangkan kamu dididik melawan, kami dididik patuh sedangkan kamu dididik menantang. Urusan dunia saja kau bangga-banggakan, ayahmu dahulu tidak seperti itu menurut sejarah. Ayahmu dulu tidak seperti itu menurut masyarakat disana?
Menyuarakan kebijakan melalui ayat, menjanjikan kepastian melalui sabda, kau bukan penyair, ataupun pengarang kitab. Ingat ! cucu garuda tidak mungkin sama dengan sang garuda. Kecuali jika kau paham apa realita, jika kau paham peraturan menjadi santri itu seperti apa?
Ah, usah kita bercerita tentang naskah sedih ini, cerita ini bukan lagu sakit hati atau bahkan orasi publik untuk demo demi harga diri. Kami hanya memberikan fakta bahwa pelangi yang muncul itu karena hujan dan mendung yang datang. Sedangkan kau, mencoba menjadi pelangi tanpa harus menunggu mendung dan hujan turun. Itu tidak akan terjadi sebelum kau paham bahwa hujan adalah cerita tentang dimana kita bisa tersenyum ketika cobaan itu muncul. Salam lestari !
(jombang 10 april 2017)

Suara-suara lantang diatas kubah

Sepertinya, kalian sudah tahu perihal apa yang selalu mengganjal dihatiku. Yaaah, tentang gesekan sandal karet yang melangkahkan kakinya menuju tempat beribadah. Kelihatannya sekarang menjadi asing ketika testimoni-testimoni liar tidak bertanggungjawab mengonani otak kita. Seakan hal tersebut tidak lagi menjadi budaya.
Apa kalian tidak pernah tahu, tangis orang yang sudah dikebumikan itu masih lantang terdengar sampai kebumi, sosok yang dulu dijunjung tinggi sekarang tidak pernah dipanjat dalam sebuah perenungan. Biadab !!! itu yang harusnya aku luapkan kepada kalian yang hanya bisa menikmati tawa sementara sekian orang lainnya berjuang demi hal yang diduga bermanfaat.
Bisa-bisanya kalian datang ketika orasi lantang menyuarakan uang dan masa depan, bisa-bisanya kalian Cuma datang ketika ada panggilan undangan yang ada jadwal makan. Lalu, apa bedanya kalian dengan orang tak berakal? Lalu apa bedanya kalian dengan binatang? Terpanggil hanya diwaktu makan dan tertidur ketika terpuaskan?
Sahabat, kita itu ibarat pondasi, yang bukan dirumah kita berpijak. Tapi dikahyangan nirvana kelak kita bersandar. Seumpama kamu hanya mendengar dan tidak mau berangkat ketika mendengar suara itu, lalu siapa yang bakal mendengarmu ketika suara lain mengumandangkanmu dikebumikan? Usah kau tanya masalah gaji dari yang esa, semua sudah tertata rapi dalam buku suci tulisan tanganNya.
Tugas kita bersama cuma satu, mendengar suara-suara lantang diatas kubah, mendendangkan syair-syair cinta semesta yang menuju kepadaNya dan juga mendustakan semua makhluk yang menyekutukannya.
Kelak, pada suatu hari yang sudah ditulis didalam kitabNya, kita akan bertemu dalam ruang abadi nan suci memeluk maghligai dan menjadi manusia bersih sepanjang hayat. Kalau kau mampu memeluk dan melakukannya mulai sekarang, tabir kubah itu masih sangat luas untuk kau tangisi dengan firman-firman. Suara-suara tu akan terulang berkali-kali untuk kau datangai dengan senang. Lakukan sekarang atau kau akan dilalaikan!

(jombang 8 april 2017)

MENYOAL SANTRI, DULU DAN KINI

Dikalangan masyarakat heterogen seperti indonesia ini, siapa yang tidak akan bahagia mendengar kata santri. Karena mungkin doktrin yang sudah menancap pada telinga dan pemikiran masyarakat indonesia jelas, bahwa santri adalah manusia yang pada hakikatnya dipilih sebagai makhluk yang mampu mengaplikasikan ilmunya melalui agama dan santun dalam perilakunya untuk mengaplikasikan keilmuan duniawinya dan mampu mengarahkan masyarakat kepada yang lebih baik tentunya.
Selain kata santri, yang membuat santri semakin erat dengan sebuah kebaikan adalah sosok. Siapa beliau? Adalah kyai yang menjadikan pribadi santri menjadi sedemikian rupa. Mengapa kyai selalu di iya-iyakan terkait masalah santri dan menjadi tolak ukur disetiap langkah gerak santri? Fakta mengenai kyai bmungkin bisa digambarkan sedikit.
Yang pertama jelas, kyai juga menjadi salah satu sosok yang lahir serta ikut serta memerdekaan kemerdekaan indonesia secara keagamaan. kedua, kyai juga seseorang yang diakui secara mufakat bahwa dia memang memiliki kemampuan lebih dalam bidang agama terutama. Dan keilmuan yang sangat adil dalam hal yang lainnya. Dan fakta yang paling nyata adalah kyai mampu berbaur dengan siapapun mulai dari kalangan bawah sampai kalangan atas. Sebab kembali kepada fakta yang pertama bahwa dia adalah sosok yang pandai dalam segi keagamaan.
Mengapa demikian? Karena didalam agama muatan-muatan umum mulai dari akhlak sampai hukum semua sudah ditata rapi didalam kitab suci yakni Al-qur’anul karim. Namun, itu hanya gambaran dulu ketika semua pengertian yang tertera diatas masih menjadi doktrin masyarakat yang mengakui bahwa adanya santri dan kyai adalah sebuah komposisi sempurna untuk membangun kepribadian seseorang melalui jalan agama dan pesantren.
Namun, faktanya sekarang sudah berbeda, masalahnya santri sudah terkontaminasi budaya-budaya yang sangat jauh dari sebuah barokah, dan solusinya masih belum diketemukan.
Tertanggal abad ke 21, banyak sekali formula reformasi yang dilakukan negara indonesia mulai dari pendidikan, ekonomi, amandemen hukum, dan lain sebagainya. Itu semua berfungsi guna menyelaraskan sebuah kepentingan publik dengan alibi lebih baik daripada sebelumnya. Contoh saja, dalam bidang keagamaan sudah banyak muballigh-muballigh dan orang-orang yang hafal al-qur’an menjadi pesohor disetiap sudut dipenjuru indonesia dengan keilmuan yang mereka punya. Bidang pendidikan juga semisal, perubahan metode mulai dari metode 90-an sampai KTSP, KBK, sampai pada K13 yang menjadi trendsetter pendidikan era kini. Ekonomi juga semisal, dahulu kala permasalahan bank di indonesia masih belum sekompleks sekarang, adanya saham gelap, pencucian uang, BPA/BPK, dan lain sebagainya serta sistematika keuangan lain yang menjadi rumit. Sampai pada ahirnya masyarakat menyimpulkan untuk menggunakan ekonomi kreatif demi kemaslahatan ekonomi mereka masing-masing, mulai dari masalah pertanian, jual beli, peternakan,dan masih banyak lagi.
Kita kembali pada fokus santri, banyaknya perkembangan yang masuk didalam negeri ini membuat mereka dilema dan bingung mencari arah dalam pembelajaran kesantrian. Mulai dari media, lingkungan sampai pada metode mencerdaskan mereka. Faktanya banyak sekali media yang tidak berperan positif dikalangan mereka, mulai dari sosial media seperti facebook, twitter, instagram, path, line, watsap dan masih banyak lagi. Membuat santri semakin dimanjakan dengan fasilitas yang beralibi ‘ini lebh memudahkan mereka’. Padahal tidak sama skali.
Kemalasan semakin menjadi-jadi. Memanfaatkan kesempatan untuk kepentingan masing-masing. Yang menjadi pertanyaan adalah, kenapa budaya santri yang dahulu tidak dibudayakan lagi sampai sekarang? Seperti, andap ashor kepada kyai, rajin mengaji dengan khas kitab kuningnya, dan juga berperangai indah dalam berpakaian yang berbeda daripada pakaian masyarakat pada biasanya. Sehingga sudut pandang kita bisa saja berubah menjadi, apakah memang kyai sekarang tidak mampu untuk menirakati santrinya? Atau orang tuanya yang terlalu takut mengajari anak-anaknya mandiri?
Hal ini dijelaskan juga dalam buku yang ditulis oleh sigmund freud (pakar psikoanalisis), didalam bukunya menjelaskan bahwa manusia berkembang itu sesuai dengan alam bawah sadarnya, sebelumnya keterangan menjelaskan bahwa manusia lahir terdiri dari tiga ruang yakni sadar, prasadar dan alam bawah sadar, sehingga sigmun freud menjelaskan dalam sebuah penelitian yang masih kontroversi sampai sekarang bahwa manusia itu memiliki fantasi dan analisis mimpi tersendiri.
Fokus dan ketersambungan dengan santri adalah, setiap santri mempunyai analisis dan fantasi mimpi tersendiri, yang seharusnya sudah didoktrin sejak awal mereka menjadi santri dan mengenyam pendidikan di pesantren. ini yang harusnya dijadikan tolak ukur bahwa santri seharusnya tidak kehilangan jatidiri sebagai seorang pelajar dan terpelajar. Santri juga harusnya lebih pandai daripada masyarakat yang tidak menjadi santri dan mengenyam pendidikan pesantren.
Berarti jatidiri santri saat ini sudah hilang? Atau sengaja disembunyikan demi kepentingan pendidikan yang tidak masuk akal? Padahal didalam kaidah islam juga dijelaskan ‘Al-muhafadhotu ‘ala qodimissholih wal ahdu biljadidil ashlah’. Yang berarti melestarikan tradisi, mengembangkan inovasi. Akan tetapi kenapa semboyan itu sekarang menjadi menghilangkan tradisi dan menyalahgunakan inovasi? What the problems in education indonesian countries?
Kita bedakan dengan budaya santri jaman dahulu, setiap kali jalan selalu menunduk ketika melihat pengasuh atau kyai yang sedang ada diantara mereka, sangat bisa mempelajari nahwu shorof, paham dalam memaknai kitab, dan asing dengan bersentuhan dengan lawan jenis. Serta banyak lagi hal lain yang dahulu melekat dikehidupan santri. Terlebih dalam bidang agama dan sopan santun.
Dari sini diskusi ini bisa kita simpulkan perubahan terjadi karena petinggi-petinggi tidak pernah konsisten (read:istiqomah) dalam menjalankan sebuah amanah yang sudah diterapkan sebelumnya, terlalu mengkontaminasi kehidupan yang baru dan menghapuskan setiap pelajaran lama yang sudah melekat sebelumnya. Wallahu a’lam kita sendiri yang mampu introspeksi dan meruahnya. Salam santri nusantra.

Al-qur’an sudah mengajarkan idealis dari awal sejak kita lahir

Menyoal kitab suci, banyak sekali kodifikasi didalamnya. Kodifikasi yang dimaksudkan untuk pembenaran suatu dasar hukum yang berkembang disemua pihak, namun bagaimana bila naskah yang terstruktur secara kritis transformatif tersebut sudah mengajarkan kita, bukan mengajarkan, maaf lebih tepatnya hanya memberi tahu kita dan mengajak berfikir tentang idealismenya terhadap pandangan manusia yang berbeda pandangan.
Sama halnya dengan kitab suci umat islam atau yang kita tekuni selama ini, kita kaji setiap hari, kita ulang dalam membaca bahkan ada yang sampai paham serta mengetahui maksud didalamnya. Namun mereka yang paham kadang juga menyalah gunakan, sampai pada akhirnya kita sebagai makhluk yang belum tentu tahu dan paham maksud dari Al-qur’an tersebut mulai mengira dan berandai-andai dengan pertanyaan nalar yang wajar dengan kemampuan berfikir manusia secara umum.
Misal, dulu dikatakan bahwa kitab suci yang sampai akhir hayat adalah Al-qur’an, kitab suci yang menjadi dasar hukum umat hidup didunia dan selamat didunia sampai akhirat. Namun adakah kemungkinan seumpama Al-qur’an itu kemudian ada pembaruan ketika semua penghafal Al-qur’an (read:tahfidz) sudah meninggal? Apakah tidak ada kemungkinan akan ada keyakinan baru jika keadaannya sudah seperti itu? Pertanyaan seperti ini memang akan bisa dilawan didalam Al-qur’an, namun coba kita pikir secara logika, bagaimana penyadaran umat jika ada yang berfikir sedemikian?
Kemudian contoh yang lain, Al-qur’an memberikan keterangan tentang hal sabar yang terdapat di surat Az-zumar, Al-baqoroh, Ali Imron, Asy-syuara’, dan surat Muhammad, kita kaji QS. Az-zumar ayat 10 yang berbunyi :
@è% ÏŠ$t7Ïè»tƒ z`ƒÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#qà)®?$# öNä3­/u 4 tûïÏ%©#Ï9 (#qãZ|¡ômr& Îû ÍnÉ»yd $u÷R9$# ×puZ|¡ym 3 ÞÚör&ur «!$# îpyèźur 3 $yJ¯RÎ) ®ûuqムtbrçŽÉ9»¢Á9$# Nèdtô_r& ÎŽötóÎ/ 5>$|¡Ïm ÇÊÉÈ  
10. Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang beriman. bertakwalah kepada Tuhanmu". orang-orang yang berbuat baik di dunia ini memperoleh kebaikan. dan bumi Allah itu adalah luas. Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.
Disini sudah jelas digambarkan bahwa siapapun yang sabar maka akan didekatkan dengan keberuntungan kepada Allah, barang siapa yang bersabar akan selalu bersama syafaat Allah. Namun didalam hal lain, disurat-surat Al-qur’an yang lain juga dijelaskan pengertian bahwa tidak ada yang bisa merubah seorang kaum apabila tidak merubahnya sendiri.
Ayat ini dijelaskan didalam QS Al-anfal ayat 53 yang berbunyi :
y7Ï9ºsŒ  cr'Î/ ©!$# öNs9 à7tƒ #ZŽÉitóãB ºpyJ÷èÏoR $ygyJyè÷Rr& 4n?tã BQöqs% 4Ó®Lym (#rçŽÉitóム$tB öNÍkŦàÿRr'Î/   žcr&ur ©!$# ììÏJy ÒOŠÎ=tæ ÇÎÌÈ  
53. (siksaan) yang demikian itu adalah karena Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan meubah sesuatu nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada suatu kaum, hingga kaum itu merubah apa-apa yang ada pada diri mereka sendiri[621] [1], dan Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.
Sekarang mari kita pikir logika, itu cuma satu ayat atau satu redaksi yang terdapat dalam kitab suci Al-qur’an. Bagaimana jika kita analogikan dengan keadaan yang lain. Semisal, tentang sebuah usaha yang katanya tuhan tidak akan menguji hambanya dengan cobaan yang melebihi batas kemampuannya. Namun sisi lain dijelskan dalam realita bahwa banyak sekali fenomena yang sedang terjadi dinegara bagian muslim yang hanya bersabar dalam cobaan dan teror, dengan landasan bahwa akan ada pertolongan tuhan dalam bentuk lain, namun pada akhirnya mereka tetap saja kesusahan sampai detik ini. Ini sudah sedikit membuktikan bahwa manusia yang diuji memnag tidak kuat.
Kita ambil kasus lain, Tuhan menyuruh hambanya untuk berdiam diri saja dan berdzikir kepada tuhanNya, namun sisi lain menjelaskan juga bahwa, jangan kamu diam saja, kamu berhak melawan jika ada yang tidak sopan kepadamu, atau lain sebagainya.
Pada akhirnya, kajian ini hanya bersifat logika yang bisa kita nalar bersama untuk mengetahui isi Al-qur’an secara gamblang, mengajak kita membuka kita untuk belajar membaca Al-qur’an sampai pada asbabul wurudnya dturunkan ayat tersebut. Begitu indah bukan muslim dan agama islam yang sudah digariskan oleh Tuhan semesta alam Allah SWT. (islam berbagi)


[1] [621] Allah tidak mencabut nikmat yang telah dilimpahkan-Nya kepada sesuatu kaum, selama kaum itu tetap taat dan bersyukur kepada Allah.