Bermodal setia, kami bisa bahagia !


Tiga bulan berlalu, entah apa yang ada dibenakku, sampai saat ini tetap berusaha jadi yang terbaik dimatamu, dipelukmu, sampai disetiap sepertiga malammu. Aku hanya tak ingin ada ketidak ikhlasan karma yang menghampiri kehidupanku entah kehidupanmu, yang jelas aku tetap berusaha menjadi yang terbaik sebagai pekerja setiamu.
Waktu berlalu, musim bersemi, kedatangan tamu terus silih berganti, senja tak pernah meninggalkan langit, sedih tidak pernah hilang dari hati yang mencoba bangkit. Matahari tetap bersinar sesuai porosnya, perseteruan antara bumi manusia masih merajalela. Dan aku bertahan mengelus kakimu demi kehormatan yang akan kau hibahkan kepadaku. Hanya kau hibahkan, tuan!
Orasi demi orasi tetap kutulis, menggunakan referensi buku kehidupan agar tidak ada seorangpun yang berani mencela perihalmu dan apa yang kau lakukan kepadaku. Kehidupan terus mengalir, ibarat air aku tidak akan membiarkannya kumuh, demi kamu dan kehormatanmu. Tetap, topik yang ku angkat hanya perihal kehormatan tuan. Kau tahu kan? Berapa anak manusia mati hanya sebab kebodohan yang dilakukan sendiri? Berapa banyak bencana dan ujian selama aku meninggalkan naskahku demi menghujatmu melalui rima dan naskah basi seputar aib terbaikmu dikehidupan ini?
Aku hanya mengingatkan, bukan mencela seperti dugaanmu. Kau juga tahu kan? Kapasitas keilmuanku menyoal kasih sayang lebih dari kamu menyayangi anak istrimu itu? Murni demi tuhan kami setia menjagamu dari orang-orang baik yang tidak kau berlakukan baik. Mungkin saat ini kau sedang membaca naskah ini dengan suasana hati geram, ini sudah maghrib tuan, apa tidak lebih baik kau berserah perihal apa yang dilakukan semesta terhadapmu? Sudahlah jangan memperkeruh suasana lagi!
Sudah berapa orang yang hanya pura-pura bersamamu dan meninggalkanmu secara perlahan dan diam? Itu lebih sakit daripada hujan tanpa mendung yang tiba datang sebentar  kemudian terganti dengan pelangi? Lain halnya kehidupanmu, tidak mungkin terjadi seperti itu.
Sementara kami, nomenklatur yang sebentar lagi hanya menjadi batu nisan, mengering, hambar, kesakitan dan didera, serta setia kepadamu? Lihat sejenak saja tuan. Pergunakan kacamata kehidupanmu sejenak. Lepas semua atribut palsu yang menjadikan indahmu hanya semu. Lepas semua jabatan yang mengelilingimu seakan kau berpesta dalam kemunafikan. Tolong, demi kami, lepas saja sejenak agar kau tahu bahwa aku dan kami masih tetap sama, memelukmu erat dengan tusukan pisau dibelakang tubuh kami. Kami menjagamu utuh seperti tuhan yang menjagamu utuh. Sampai kau tersadar bahwa hanya setia bersamamu kami bisa bahagia, tuan!
Apalagi yang kamu masalahkan? Apalagi yang kau khawatirkan sampai kau tidak tahu banyak keributan yang terjadi, banyak kebahagiaan yang kau lupakan sebab kamu sudah tertutupi oleh semua yang menempel dikehidupanmu dan melupakan kami yang selalu mendukung apa yang kau perintahkan. Sakit itu sudah menjadi obat, kecewa itu sudah menjadi taubat, dan tangis itu sudah lama tertambat.
Usahlah kau menyoal naskah, undang-undang sampai foto yang kau hambur-hamburkan demi pemenangan pemilihan lainnya. Cukuplah kau percaya pada kami, bahwa dengan setia, kau mampu mengantarkan kami menuju bahagia. Hanya itu tuan, hanya itu! Kami tidak meminta lebih perihal janji yang berulang kali kau dustai dihadapanku dan dihadapan kami setiap detik waktu ini berjalan. Sampai kau tersadar bahwa modal kehidupan kami adalah setia bersamamu, menjadikan kami berbahagia diantarkan oleh tuhanmu, tuan. Diseduh dulu kopi pahitnya!


Kediri, 24 oktober 2018

Menjadi pengurus kehidupan

Orang-orang pada umumnya tidak pernah paham apa yang sebenarnya dilakukan semesta untuk menghibur dirinya, terkadang menyulap cinta menjadi benci, menjadikan hal yang nista menjadi manis sekalipun. Dan itu juga yang kami alami sekarang, kami bahkan tidak paham apa yang semesta perbuat sehingga membuat kami sedewasa ini bukan? Apakah kau paham tuan?
Banyak yang menyangka bersandar disebelahmu adalah hal yang paling indah, menjadi abdi dikehidupanmu adalah hal yang paling bermakna. Satu yang kutahu, orang-orang yang berbicara lantang seperti itu mungkin hanya bercanda dan bahkan bertanya-tanya. Nyatanya, kami mendapatkan perlakuan lebih istimewa dari itu. Menjadi martirmu dan memperjuangkan hak kami yang sudah kamu injak-injak adalah makanan kami sehari-hari, bertingkah menjadi pesuruhmu yang santun ketika yang lain sedang merenung dan lalai akan tanggung jawabnya, itu juga jadi santapan malam hari kami.
Apakah sempat terfikir dibenakmu bahwa kami mengeluh? Sama sekali tidak tuan. Kami yakin ini adalah tanggung jawab pengurus yang sedang kami sandang. Ini adalah amanah mulia dari yang mulia untuk sebuah kemuliaan yang ditunggu-tunggu datangnya. Apakah kau pernah menyadari secinta ini kami kepadamu? Sesayang ini kami kepadamu? Seperhatian ini kami kepadamu? Tanpa harus kau ludahkan isu-isu tentang ketuhanan dan kecintaan tuhan dengan kami melalui ayat-ayatmu. Kami sudah cukup paham akan itu tuan!
Sebab, perihal cinta kami sudah mendapatkan kasih dan sayang dari orang tua kami, kemudian sengaja orang tua kami menitipkan cinta kepadamu dengan cara membawa kami menghadapmu dan menjadi abdimu, walau pada akhirnya dicampakkanmu adalah bagian terpenting hidup kami. Kami tahu bahwa tugas semesta adalah membuat hal yang tidak mungkin menjadi kemungkinan yang mungkin dipaksakan seperti tabiatmu yang mungkin juga tidak pernah disadari kebenarannya. Cinta juga yang membuat rasa kenyang menjadi lapar kembali. Sebab ialah yang menumbuhkan cerita perihal sakit. Cinta pula yang menjadikan seniman menjadi giat berlatih, sebab cinta juga yang menumbuhkan rasa tertatih.
Tapi kau tahu kan tuan? Kami melakukan itu semua demi cinta kami kepadamu, ini sebenarnya hal yang mustahil dilakukan orang-orang pada umumnya. Kami sadar bahwa kau melatih kami memulai hal tidak mungkin menjadi hal yang selalu dimungkinkan, menjadi budakmu sampai kehidupan berakhir, misalnya. Ah sepertinya bukan tugas kami untuk membuat kritik perihal kehidupanmu, kami hanya pengurus yang diberi amanah untuk bekerja, diberi amanah untuk mencinta, dan diberi amanah untuk mengasihi sesama, hanya saja kami beruntung tidak disumpah untuk mendera manusia-manusia yang tidak bersalah seperti apa yang sudah kau lakukan kepada kami, tapi kami yakin apa yang kau lakukan semata-mata demi cinta, hanya demi cinta. Kami paham betul itu.
Terima kasih tuan, telah mengajari kami menjadi pengurus kehidupan, setidaknya sepulang kami dari pengabdian kepadamu, kami paham perihal menyayangi seseorang juga perlu untuk memberi dia pelajaran tentang rasanya disakiti tapi tidak meninggalkan perih, disayat perlahan agar tidak menimbulkan luka bakar yang mendalam, sehingga pada fase kehidupan selanjutnya, kami sudah siap sakit dan jatuh untuk menjadi pengurus kehidupan. Terima kasih dan terima kasih. Darimu kami belajar sakit dan kecewa, jatuh dan terluka, hanya untuk bangkit kembali demi mendapatkan kesucian dan kemenangan yang abadi.
Diseduh dulu tuan kopinya,? Dari kami para peracik kopi kehidupan. Sampai jumpa di masa depan.



Kediri, 06 juni 2018

Terselip rindu disujud taraweh kita

Entah, harus seperti apa lagi aku bisa menjauh darimu, kurasa itu hal yang mustahil. Sebab, tidak ada insan yang melalui banyak cerita disetiap langkah seperti kita. Mulai dari baku hantam, saling rindu, diskusi rasa sampai menuai air mata bahagia disetiap perjumpaan. Dan banyak hal lain juga yang membawa kita tetap bisa seperti ini. Ya, paling tidak aku dan kamu masih sanggup untuk bertemu tanpa sekat dan menjalin komunikasi tanpa ada kata benci sedikitpun.
Terima kasih untuk kebahagiaan di 24 bulan yang lalu, terima kasih canda tawamu puluhan ribu detik dikehidupanku dua tahun yang lalu. Aku masih ingat sewaktu kita bersama menyoal semua cita dan cinta didalam atap gubug barokah yang kita tempati. Membahas perihal kitab apa yang akan dikaji dibulan ramadhan, menyoal apa yang akan kita lakukan setelah buka puasa, dan bahkan sahur jam berapa kita nanti? Karena kurasa tidak pernah terlelap kita menjaga orang-orang yang menyayangi bahkan membenci kita sekalipun.
Kau masih ingat kan? saat aku membuatkanmu kopi untuk menemani malam yang suntuk waktu itu, saat semua anak didikmu sudah mulai berkemas untuk mencium rindu dengan hasrat penuh kepada orang tuanya dirumah? Kita yang mengantarkan mereka bukan untuk bersalaman kepada kyai? Kita juga kan yang sudah bersiap sedari fajar menyapa kita dihari itu, Sedari mentari tersenyum hangat bertemu kita? Aku rasa tidak ada yang perlu ditakutkan lagi perihal kita yang sedalam ini memahami rasa. Sepertinya memang biasa dan dianggap lumrah. Tapi orang-orang yang membenci kita tidak pernah paham bagaimana harmoni kehidupan kita waktu itu.
Orang-orang bahkan tidak tahu bagaimana kita tetap menghargainya walau kita sudah dihujat sedemikan rupa. Ah, kurasa aku tidak mau membawa kebencian dihadapan pelukan rasa yang kita jalani sekarang. Sampai aku mengingat betul kita yang siap untuk menemani mereka tanpa tidur di dua hari terakhir ramadhan waktu itu. Kita yang membantu mereka mengemas barang-barang, kita yang membuka pintu rindu mereka kepada orang tua mereka terbuka lebar, kita yang memberi jalan. Kau jelas masih ingat, saat tangan kita mencium sosok bapak dan ayah kita, dua sosok yang bersedia mendoakan kita sejak sepertiga malam, juga sosok yang rela terbangun lebih awal demi barokah mengalir kepada kita. Kau masih ingat kan?
Terlalu naif jika aku harus membenci orang-orang yang membenci kita, jika logikanya saja kita lebih bahagia? Apa ada hal tidak wajar yang dialami orang lain seperti yang kita alami? Sepertinya tidak. Karena aku yakin rasa yang sudah kita tanam tidak sekedar rasa perihal bertemu, bertegur sapa dan meneguk kopi bersama, lebih dari itu kita mampu menciptakan sejarah baru dikehidupan yang sudah sangat rusak ini bukan? Ah aku tidak bisa beranjak seketika saat aku taraweh dimasjid yang berbeda sajadah denganmu, aku masih merindumu disetiap benang yang tersentuh tanganku ketika sujud.
Aku masih tetap membayangkan, ada rindu terselip diantara sujud taraweh kita, aku tidak berharap kamu merasakannya juga. sebab, kelak dipenghujung malam entah sepuluh tahun yang akan datang kau akan merasakan hal tulus yang tidak kau dapatkan dari seorang teman sepertiku, karena aku sudah menancapkan dalam doaku untuk kerinduanku kepadamu agar kau selalu ingat bahwa ada hal yang dulu pernah kita raih bersama selain membenci orang-orang yang membenci kita, yakni kita sudah bertekad untuk membuat sejarah baru dan itu sudah terjadi. Maka, tidak ada alasan kau untuk melupakanku disetiap sujud tarawehmu.
Terima kasih, mengajariku membenci seseorang melalui rindu, telah mengajariku melawan seorang yang kita benci melalui tabiat yang baik dan tidak grusah grusuh. Darimu aku belajar banyak perihal sebenci apapun kita terhadap sesuatu, ada hal lain yang harus kau bahagiakan sebab mereka yang tidak membencimu bahkan sudah membahagiakanmu tanpa harus kau suruh, lalu apalagi yang kau persoalkan perihal benci yang menggebu-gebu, ikhlaskan. Suatu saat kita akan bertemu dalam palung rindu dengan orang-orang yang membahagiakan kita dalam kondisi bahagia. Amiin.
Salam santri nusantara



Kediri, 5 juni 2018

Ada cerita di Hi-tech kita

Ada yang mengukir di kertas, ada yang menulis dengan rapi di setiap mushaf, ada yang menghias didalam ruang kelas, ada juga yang tertulis didalam surat-surat lawas, pun ada juga yang hanya melihatnya di ruang gelap, ada juga yang hanya meminta barang tersebut dari bekas, bahkan yang tak sanggup mendapatkannya juga banyak. Satu hal yang perlu dicatat, dia adalah nomenklatur kenangan kita selama kita bersama.
Ada yang sudah pandai memainkannya, sudah seperti kenal akrab dengannya, sampai dibuat menulis apapun perihal kebencian dan kenangan dia tetap terlihat indah. Ada juga yang sulit sekali berkenalan dengan dia, meskipun kedatangannya adalah semangat bagi kami yang kurang mampu membelinya, namun dia sangat rumit untuk beradaptasi dengan kami. Ada juga yang hanya ingin dianggap orang punya sampai merogoh goceknya demi sebuah tinta suci yang bisa dibawa kemana-mana. Ada pula yang hanya sanggup meminjam dari kerabatnya atau bahkan hanya melihat dari teman sebangkunya.
Perihal nama dan kesohoranmu sudah seperti mutiara yang muncul ditengah-tengah gersangnya pola pikir kami, sehingga kemunculanmu bisa jadi hal positif untuk kami. Sebab tak ada alasan lain untuk hal penting sepertimu selain membawamu dan kenangan kami.
Kamu tak pernah berbohong kepada kami, kamu bahkan mampu membuat hati kami takjub dan darimu kami belajar perihal merawat dan menjaga barang yang sempurna itu butuh ketelatenan yang luar biasa. Darimu pula kami belajar bahwa menerima apa adanya itu tidak hanya dengan diam saja, kamu bisa merubah hal yang wajar menjadi istimewa, merubah suatu yang biasa menjadi luar biasa. Ini bukan sebab aku memujamu terlalu dalam, melainkan tulusku kepadamu murni, bukan karena kau terangkat dan menjadi kyai.
Ada hal lain yang bahkan bersamamu kami baru merasakannya, kami mampu mengukir persahabatan melalui goresan tintamu, kami mampu melalui setiap taftis juga dengan goresan tinta sucimu, hanya denganmu kami mendapat kejelasan hidup melalui goresan tinta, sebab adanya kamu kami jadi tahu menulispun butuh hati-hati dan seni serta imaji. Lalu, apakah ada sosok lain yang menggantikanmu perihal menulis kenangan kami?
Terima kasih untuk tetap membawa kami dalam nuansa kenangan nan harmoni, saling berteguk air minum ditandon yang rusuh namun penuh rasa suci. Saling senyum sebab kamu sudah mau dipinjam kesana kemari, masih sanggup berdiri sebab mengajarkan tanggung jawab yang hakiki. Entah, sejak membawamu kami sudah seperti armada perang yang siap dalam medan apapun, menjemput barokah dalam kondisi bagaimanapun, dan mengemban amanat sebagai penerus generasi santri yang santun.
Kau tahu kan? Celotehan sampah ini hanya mmapu kami ucapkan denganmu, kami lantangkan dihadapanmu! Sebab, kami tahu bahwa kamu tulus dalam mendengarkan kami, tintamu tidak pernah membohongi kami. Sebab, ada juga benda serupamu yang masih terlihat banyak tintanya ternyata seluruh isinya tersedot ditengah-tengah, dan kami tahu kamu tidak seperti itu. Biar mereka yang seperti itu yang hanya mampu menyedot semua pola pikir kami, merampas hak kebahagiaan kami, dan membawa kami dalam tanda kutip abdi yang jadi kuli agar melanjutkan kiprahnya. Agar kami bisa menuliskan kenangan dan sejarah perihal kejujuran yang mengalir darimu dan kami lampiaskan melalui tulisan yang kebohongannya masih mengalir dinadi mereka. Kami tidak mengharap mereka tersadar, sebab tidak ada kesadaran yang dipaksa sadar, sebab disanalah jeda kuasa tuhan mulai benar. Rahayu.
Salam santri nusantara


Kediri, 30 mei 2018

Suara kami masih sama, Tuan!

Ah, akhirnya aku bertemu lagi dengan pena dan kertas serta layar kaca tiga dimensi untuk menulis lagi imaji yang sudah kau curi, kreasi yang sudah kau maki-maki dan hal-hal penting yang sudah kau hianati.
Kurang lebih enam bulan terlewat setelah kepergianku, perihal jadwal yang sudah tersusun rapi menyoal pengajian dan pengabdian sudah ditata ulang kembali, pemilihan diksi dalam rancangan program kerja, serta susunan kalimat untuk mencanangkan program satu tahun selanjutnya, sepertinya sudah matang dan tidak diragukan dihadapan kalian semua. Sampai-sampai tidak ada celah untuk melanggar dalam aturan yang sudah dituliskan garis besarnya.
Aku cukup bisa tersenyum ranum semabuk anggur, masih menikmati suasana pengajian yang sudah diformat dalam bentuk mp3, pengajian mahaguru yang sampai sekarang masih teruji. Mengaji perihal alam, kehidupan, dan sampai masa depan yang tidak perlu ditakutkan sebab barokah yang tidak mungkin tersendak karenamu, Tuan! Namun kau masih tetap sama, memaksa kata demi kata, ayat demi ayat untuk memperlakukan mereka bak anak buah. Aku tidak pernah menyoal hal tersebut, yang aku takutkan hanya satu, suara kami masih sama walau terlihat berbeda dihadapanmu!
365 Hari yang lalu kau masih ingat, bayangan kekalahan ideologi sudah menusuk bagian terdalam pemikiran santri, sehingga kata belajar dan mengaji menjadi rasa takut dan ngeri untuk menghadapi. Sampai mereka memilih pergi sebab tak ada yang bisa diajak kompromi. sepele sebenarnya, aku hanya mengingat perjuangan mereka saat ditinggal orang tuanya tanpa uang saku yang mampu membeli sarung dengan brand BHS sepertimu, yang tidak bisa order ojek online setiap waktu sepertimu, dan juga tak bisa mondar mandir kesana kemari mengurus proposal sepertimu, kau masih ingat kan syahdunya mereka yang hanya mengaji utuh, perihal barokah dan masa depan yang harusnya menjadi tanggung jawabmu, namun kau menghilang tuan, bak suara petasan dibulan ramadhan. Keras namun sekali sumbu itu terbakar dan meledak maka hilang pula jiwa dan harga dirimu.
Ah, mereka pasti hanya memendam perasaan tersebut, yang mereka tahu hanya perihal mengaji dan tukar-menukar pena saat pengajian berlangsung serta disuruh berwudhu ketika ngantuk dan menggigit-gigit ujung pena saat sang guru terlalu lambai dalam menjelaskan pelajarannya, namun saat itu mereka sedang mengatur harmonisasi kehidupan untuk menjadi lebih baik dan mencontoh tabiat yang sepertinya dicontoh, tabiatmu juga, mungkin.
Lalu kau dibantu menyelesaikan pesakitan santrimu melalui tenaga pendidik yang sangat mumpuni daripada ideologi berfikirmu, serta dibantu pula para armada perang yang siap menjunjungmu tinggi-tinggi tuan. Namun kau lupa, bahwa yang dicari mereka bukan nama baik, popularitas atau harga diri. Mereka sudah menyerahkan seutuhnya kebahagiaan mereka kepadamu, lalu alasan apalagi kau masih menghilang dan melanjutkan egomu untuk meninggalkan mereka yang masih menggandengmu ketika kau tertimpa masalah?
Sebab suara kita masih sama tuan, kau meninggalkan kami, kau membohongi kami, mempecundangi kami bahkan, kami akan terus mengabdi dan menimba ilmu serta menghormati dan menuruti apa yang kau inginkan hanya sebab kami ingin ridho serta restu dan barokah darimu, karena sesungguhnya tanpa kau ajaripun orang tua kami sudah memberi kami pelajaran perihal sopan santun, dan juga pelajaran menghargai.
Hanya sebab kau yang disohorkan saat ini pula, kami berusaha mencontoh tabiatmu , kami berusaha mencontoh perbuatan baikmu, dan orang tua kami sudah pasrah kepadamu, tolong diingat tuan, suara kami masih sama! Kami menunggu kedaulatan kebijaksanaanmu bersama orang tua kami, jangan dikecewakan !
Salam barisan para pengabdi


Kediri 28 mei 2018