Oke, sudah kurang lebih enam hari berlalu dihari kemenangan,
kita menghabiskan puasa dipenjara suci sampai kembali pada hari yang fitri.
tapi tetap sama, menyoal rindu yang tiada habisnya. Aku sendiri yang tidak kuat
menafsirkan indah waktu itu. Saat adzan maghrib diburu habis-habisan, saat suara
amiin dalam mantra terakhir kalimat fatihah dengan lantang diucapkan. Sekarang
semua menjadi sepi, hanya berkas yang membekas dirumah ini.
Kini hari fitri sudah berangsung, sosok bapak yang dikenal
agung dan berwibawa itu masih sibuk dengan para tamunya, masih ada manusia yang
bertahan disana ketika yang lain meraih tangan dan berjabat didesa sebelah.
Sangat mulia sekali. Rasanya iri. Bait demi bait naskah ini mencair, bak air
mata yang tak mampu untuk diusap lagi dengan selembar tisu. Kami sangat cemburu
padamu.
Ya, mereka disebut abdi ndalem biasanya. Kadang tidak semua
dari mereka yang kerjanya bagus, kadang ada yang sembrono dalam bertugas,
kadang juga sangat sempurna dan tidak pernah lalai, sampai suatu ketika ada
panggilan dari penguasa dia bergegas untuk mengangkatnya. Ditengah larut
hausnya badan ini menyurut. Tapi, semangatnya yang membuat kita cemburu.
Pemandangan seperti itu menjadi candu, tak perduli dia belum mandi atau tidak
makan sekalipun. Baginya, tugas tetaplah tugas.
Rela meluangkan waktu dan memberi waktu luang demi mencari
sebuah barokah, Hanya barokah. sebenarnya apa yang perlu dipertahankan jika
hanya gaji yang tidak terlihat manusia yang didapatkan. Perihal barokah
sangatlah buram bukan? Sama sekali tidak masuk akal bukan? Tapi banyak sekali
yang berebut bahkan sampai menjilat dan menghalalkan segala cara demi
mendapatkannya.
Terlepas dari itu, menyoal sifat baik dan buruk yang dilakukan
seorang kepada sosok yang dipanggil bapak tersebut mungkin akan sama dimata
beliau tapi tidak sama dimata sang pembuat naskah. Kadang aku sendiri miris
melihatnya, ini hari sudah petang, hampir dihari fitri ke detik sekian kita
bersama-sama menjalankan. Tapi mengapa? Kamu dan antek-antekmu masih saja
menjilat, menusuk dari belakang dan mengambil kesempatan baik hatinya seorang
terhadapmu. Apa tidak terbesit sedikitpun untuk insaf? Atau sekedar menangis
ditempat gitu? Dasar biadab. Semuanya gara-gara kamu dan kamu.
Pesanku kepada orang yang kucemburui, yang setiap hari hanya
memberikan semacam unjukan kepada sang kaisar untuk mendapat barokahnya.
Yah betul, abdi ndalem.- aku hanya ingin berpesan dan sekaligus memberikan
ucapan kekesalan. Semoga yang kamu lakukan benar-benar tanpa pamrih sehingga
tidak ternoda sedikitpun kuatmu untuk meridho semua kebaikanNya, semoga kamu
tetap bisa amanah dan jangan sepertiku yang hanya dapat kategori tukang
menggerutu, semoga kelak ketika kamu sudah pulang dan kembali dalam genggaman
orang yang melahirkanmu, pibadimu sama persis. Sehingga, ketika aku sudah
kehilangan sosok bapak, aku tetap bisa bersua denganmu dan mencium sebagian
kulit dibagian jemarimu, sudah itu saja.
Tangisku sudah tak mampu dibendung, ini bukan hanya perihal
aduh, namun ini suara teduh dari hati seorang perindu, semoga semesta mengetahui
hari fitri kali ini adalah perubahan yang akan dijalankan perihal ketegasan.
Karena bagiku, menyoal masalah sumpah, aku dan teman-teman sudah disumpah atas
nama garuda, lantas alasan apaagi yang harus kami nyatakan untuk pengguguran
diri. Sedangakan kau yang hanya berbekal “nggeh romo”, namamu diagung-agungkan
sampai kepelosok negeri yang angkuh ini. Semoga ketidak adilan ini menghasilkan
sebuah senyuman, walaupun hanya di akhir cerita. Karena harap ini nyata bukan
hanya celoteh seorang yang hampir musnah diusia senja.- Rahayu
(Jombang 01 juli 2017)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar