Bukan sekedar Al-kitab

Masih disetiap senja yang menemani dengan secangkir teh panas serta senyuman ceria ribuan manusia yang berkumpul dalam satu wadah. Dikepala lima dia bertengger tegak dengan ribuan doa yang sudah terpanjat perihal sukses dan masa depan yang cerah nan abadi. Buaian hilal yang sudah ditentukan pada hari ketiga inilah naskah mulai dibangun. Dia yang tak henti-hentinya, mulai dari mata yang masih sehat sampai memakai pembantu kaca yang ditempelkan dikedua bola matanya, tetap setia dengan pegangan kuningnya. Kuningnya bukan sembarang kuning. Disana sudah menyoal ribuan masalah beserta solusinya yang siap dikaji disetiap detik dalam kehidupannya.
Yaaaah, kita biasa menyebutnya kitab kuning. Mungkin sebagian besar dari kita sudah tahu apa yang dimaksudkan dengan kitab kuning. Namun, isi yang tersirat melalui surat didalamnya apakah ada yang memahami sepenuhnya?
Ini lebih dari perihal kamu yang setiap hari berusaha menggerogoti isi hati yang sejatinya keras ini. Betul sekali, kertas balutan warna dasar kuning ini lebih tajam untuk menggoyahkan hati yang kian kalut. Yang disetiap hujan merindukan kenyamanan, yang disetiap kemarau merindukan kedamaian. Namun apalah daya hanya bisa menerima kenyataan serta merubahnya menjadi lebih indah.
Kertas ini juga yang biasanya menceritakan tentang mudahnya menikmati hidup. Tentang bagaimna kehidupan ini sebenarnya bisa digapai dengan dua tangan dan dua kaki saja. Namun dipersulit oleh manusia yang seakan butuh kursi sebagai tahta dan menyalahgunakan aturan yang sudah diterapkan didalam al-kitabNya.
Kamu atau kita, semua sama. Apakah tidak ada sedikit memori perihal balutan bolpoint hitech menggores lembut seraya suara kyai meneriakkan maknanya dengan lantang serta maksud didalam kertas terebut dengan khidmat. Bukan menyoal kenangan yang lalu atau bahkan bayangan semu yang membuatmu membeku. Ini hanya sebuah rasa yang sudah terpatri didalam diri. Karena mengaji kitab kuning ini ibarat kita memandang langit. Birunya tetap sama tapi ketika kita memahami sepenuhnya maka akan ada subhanallah disetiap pandangannya.
Semesta, maukah kau untuk mengingatkan mereka kembali? Mereka yang dulu pernah menyentuhku bahkan pernah memahamiku meskipun sesaat? Sehingga mereka semua paham bahwa akulah yang sejatinya dipelajari, bukan rentetan bualan-bualan yang dipoles suci sampai saat ini mereka terdholimi? Dan berpangku pada harap, angin membawa kita pada perdamaian abadi melebihi kitab kuning yang mempersatukan kita sebelum manusia yang lain merusak saat ini. Amiiiiin.
Ini adalah doa laknat pembuka ramadhan

(jombang 28 mei 2017)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar