Maaf, jika setiap harinya aku melakukan kewajiban secara
sendiri. banyak dari mereka yang jadi makmum dan berbondong-bondong berada satu
shaf dibelakang imam. Yang jadi pertanyaan mendasarku adalah, menyoal tulus
apakah setiap kepala wajib memilikinya? Atau hanya sekedar mereka ingat usia
yang sudah hampir tidak bisa dikata senja pada akhirnya semuanya berpura-pura.
Ah kalian palsu !!
Maaf, jika setiap petang aku selalu terlelap dalam selimut
bintang-bintang yang kadang kedinginan menyapa dengan tertawa jahatnya, aku
tidak penah menggenggam sepertiga malam dan hampir aku hapuskan dari list
keseharianku. Padahal sangat-sangat sejuk sekali bukan udara diwaktu itu.
Dimana matahari dan ayampun sudah bersiap untuk bangun dan membangunkan. Manusia
di alam semesta ini sudah siap sibuk dan menyibukkan. Dan oh iya, mereka semua
pun datang ke rumahMu. Yang menjadi pertanyaan sederhanaku adalah, apakah benar
memang mereka datang itu dengan satu niat sama yang suci, atau datang hanya
karna paksaan profesi? Ah kalian palsu !!
Maaf, jika setiap deik yang berdetak hampir rinduku tidak
pernah terpupuk sehat perihal kamu, yang aku rindu selama ini hanya manusia dan
sebatas manusia, tidak lebih dari hal itu. Sementara, aku mengetahui sisi
hebatmu banyak yang merindukan dan memang terjadi dalam skala yang tak
terhingga. Kamu adalah satu-satunya yang didamba manusia yang selama ini
kurindui. Persoalan mendasar yang masih jadi pertanyaan pribadiku adalah,
memang betulkah semua yang datang itu menomorsatukan kamu dalam semua hal? Atau
hanya perihal iba dan meminta belas kasih sehingga mereka seperti itu? Ah,
kalian palsu !!
Terkadang dikehidupan ini kita hanya terpatri dalam dua hal,
berprasangka atau berwaspada. Karena memang hal tersebut tercipta sudah dari sejarah
untuk bersama. Misal, tidak sengaja kita melihat sepasang kekasih yang salah
satu diantara mereka memang tidak kita setujui secara pribadi, entah dari paras
atau tindak tanduknya. Yang jelas pertama kita pasti beranggapan, entah
berprasangka perihal baik atau buruk dan selanjutnya pasti berwaspada dengan
anggapan yang lain, betul begitu bukan?
Kelak, pada rindu-rindu yang tak berujung, pada kasih
senduMu yang agung, aku akan menemuiMu sendiri tidak perlu disetiap pagi,
malam, ataupun sepertiga hari diselimuti bayang-bayang bintang. Aku akan
bermunajat sampai aku lupa, mana aku, kamu, dia dan juga kita yang aku satukan
dalam satu doa. Sehingga kamu paham bahwa aku bukan palsu perihal kamu. Karena
yang kutahu selama ini hanya tulus. Dan menyoal pamrih tidak pernah ada dalam
kamus sehari-hariku.
Semoga surat ini tersampaikan kepadaMu utuh tanpa perantara.
Amiin,
Jombang, 2 Agustus 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar