Mereka datang dengan segenggam janji, membuat bukti diatas
jalinan kasih kitab suci, belajar, mengadi, sampai pada akhirnya berlabel kyai.
Itu dulu saat cerita burung masih lahir dari sebuah telur dan rahim yang pintar
masalah tirakat.
Cerita sekarang, hanya menggantung diatas bayangan. Para
penerusmu yang pintar bersilat lidah. Menebar janji-janji buta beralibi
barokah, seadil itukah hidup kami, semurah itukah balasan yang kami dapat.
Perihal setia, kami memang bukan tempatnya, tapi kami disini belajar
bertanggung jawab dengan peraturan yang kau buat.
Betul, kami hanya santri, kau suruh mengaji kami berangkat,
kau suruh sholat kami berangkat, bahkan kau suruh diam dan santun terhadapmu
kami pasti terikat. Namun satu hal yang tidak pernah kamu ingat.! Dahulu kala,
yang membuatmu seperti ini siapa, lalu kenapa sekarang kau rubah semua?
Bangunan tua yang menjadi simbol kini roboh, mulut congkakmu
hanya berkata “ini demi kemajuan pondok”. Gapura suci nan lusuh yang biasanya
kami ceritakan kepada orang-orang rumah, kini berubah total menjadi monumen
yang bertuliskan undang-undang fitnah.
Sebenarnya kau ini siapa? Lantas kenapa kau masih berkelit
perihal fakta. Sudahlah, kau hanya ingin seperti ayahmu dahulu namun belajarmu
masih kalah serius dengan kami, kami dididik tawadhu’ sedangkan kamu dididik
melawan, kami dididik patuh sedangkan kamu dididik menantang. Urusan dunia saja
kau bangga-banggakan, ayahmu dahulu tidak seperti itu menurut sejarah. Ayahmu
dulu tidak seperti itu menurut masyarakat disana?
Menyuarakan kebijakan melalui ayat, menjanjikan kepastian
melalui sabda, kau bukan penyair, ataupun pengarang kitab. Ingat ! cucu garuda
tidak mungkin sama dengan sang garuda. Kecuali jika kau paham apa realita, jika
kau paham peraturan menjadi santri itu seperti apa?
Ah, usah kita bercerita tentang naskah sedih ini, cerita ini
bukan lagu sakit hati atau bahkan orasi publik untuk demo demi harga diri. Kami
hanya memberikan fakta bahwa pelangi yang muncul itu karena hujan dan mendung
yang datang. Sedangkan kau, mencoba menjadi pelangi tanpa harus menunggu
mendung dan hujan turun. Itu tidak akan terjadi sebelum kau paham bahwa hujan
adalah cerita tentang dimana kita bisa tersenyum ketika cobaan itu muncul.
Salam lestari !
(jombang 10 april 2017)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar