Ini (bukan) Pelajaran Su'ul Adab

Jika memang aku tidak pernah mengerti tentang susahnya berjuang. Ketahuilah, sejatinya aku juga butuh belajar untuk mengerti perihal perjuangan yang sampai saat ini aku pertanyakan jelasnya seperti apa dalam berbagai macam sudut pandang. Biar tidak ada paham yang disalahkan. Bukankah sangat romantis kalau kita masih mampu meneguk satu sampai dua teguk kopi dengan bersama-sama lalu berbicara perihal cinta yang semesta sudah mendukungnya? Tapi kenapa aku masih sebodoh ini, tolong ajari aku mengerti sebuah kata ikhlas.
Kemarin disepertiga malam yang lalu, aku terbangun dengan penyesalan yang mungkin sangat tandus dihati, mengikis sisa-sisa asa yang hampir kutumbuhkan satu-persatu. dan lagi, rasa ketidak sopanan ini menjadikanku bayangan menyoal kesalahanku didetik-detik yang lalu. Yang kusesalkan bukan apapun, cuma satu, dimana kopi dan meja kita sudah tidak sejajar. Padahal sebelumnya kita pernah membuat mimpi dalam skala besar dan bersama-sama.
Bukankan itu yang dulu pernah kita diskusikan, terkait semua elemen yang jika bersatu akan menjadi indah, harmoni dan suci. Sampai pada akhirnya tuhan melirik untuk mengangkat semua derajat kita. Namun pelajaran kecil kali ini memang mengajarkanku bahwa mencintaiMu dan mencintaimu memang butuh hal yang luar biasa karena memang kalian tercipta dan dicipta bukan dari rahim yang sederhana. Sekali lagi, maaf.
Terkadang, langit senja disore menjelang malam itu indah dan menarik perhatian, namun itu cuma singkat. Lalu, kenapa masih berkutat dengan hal yang sejatinya menipu itu. Memang, yang indah akan nampak indah dan menarik untuk dipandang berlama-lama. Namun, kenapa tidak melirik keindahan yang lain. Bercengkrama dengan manusia yang benar benar dia benar misalnya. Karena yang semua orang tahu kesalahan itu biasanya terjadi hanya karena hal sepele. Tidak mengerti sikap dan tidak percaya cakap contohnya, dan juga beda pandang yang dijadikan salah. Seperti itulah kurang lebih.
Maaf, ini mungkin jadi diskusi pribadi kita disela-sela maya yang setiap hari membuat fitnah. Bukan perihal indah, namun kadang dia datang dengan seenaknya. Mengotori misi suci kita dan semua orang menganggap ‘setuju’ dengannya. Lantas, apakah ini bukan pelajaran sia-sia. Lalu apakah aku dianggap tidak melakukan dusta jika janjiku tiba-tiba tersingkirkan begitu saja.
Ah sudahlah, ini bukan pelajaran su’ul adab. Sekali lagi, maaf. Aku masih lelaki biasa yang sampai kapanpun akan berada dibarisan depan dengan ribuan tusukan pisau untuk membelamu, tidak mungkin sakit. Karena yang kutahu doamu untuk menembus langit sangat-sangat di ijabahi. Maafkan aku, guru.
jombang, 1 agustus 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar