Ada yang mengukir di kertas, ada yang menulis dengan rapi di
setiap mushaf, ada yang menghias didalam ruang kelas, ada juga yang tertulis
didalam surat-surat lawas, pun ada juga yang hanya melihatnya di ruang gelap,
ada juga yang hanya meminta barang tersebut dari bekas, bahkan yang tak sanggup
mendapatkannya juga banyak. Satu hal yang perlu dicatat, dia adalah nomenklatur
kenangan kita selama kita bersama.
Ada yang sudah pandai memainkannya, sudah seperti kenal
akrab dengannya, sampai dibuat menulis apapun perihal kebencian dan kenangan dia
tetap terlihat indah. Ada juga yang sulit sekali berkenalan dengan dia,
meskipun kedatangannya adalah semangat bagi kami yang kurang mampu membelinya,
namun dia sangat rumit untuk beradaptasi dengan kami. Ada juga yang hanya ingin
dianggap orang punya sampai merogoh goceknya demi sebuah tinta suci yang bisa
dibawa kemana-mana. Ada pula yang hanya sanggup meminjam dari kerabatnya atau
bahkan hanya melihat dari teman sebangkunya.
Perihal nama dan kesohoranmu sudah seperti mutiara yang
muncul ditengah-tengah gersangnya pola pikir kami, sehingga kemunculanmu bisa
jadi hal positif untuk kami. Sebab tak ada alasan lain untuk hal penting
sepertimu selain membawamu dan kenangan kami.
Kamu tak pernah berbohong kepada kami, kamu bahkan mampu
membuat hati kami takjub dan darimu kami belajar perihal merawat dan menjaga
barang yang sempurna itu butuh ketelatenan yang luar biasa. Darimu pula kami
belajar bahwa menerima apa adanya itu tidak hanya dengan diam saja, kamu bisa
merubah hal yang wajar menjadi istimewa, merubah suatu yang biasa menjadi luar
biasa. Ini bukan sebab aku memujamu terlalu dalam, melainkan tulusku kepadamu
murni, bukan karena kau terangkat dan menjadi kyai.
Ada hal lain yang bahkan bersamamu kami baru merasakannya,
kami mampu mengukir persahabatan melalui goresan tintamu, kami mampu melalui
setiap taftis juga dengan goresan tinta sucimu, hanya denganmu kami mendapat
kejelasan hidup melalui goresan tinta, sebab adanya kamu kami jadi tahu menulispun
butuh hati-hati dan seni serta imaji. Lalu, apakah ada sosok lain yang
menggantikanmu perihal menulis kenangan kami?
Terima kasih untuk tetap membawa kami dalam nuansa kenangan
nan harmoni, saling berteguk air minum ditandon yang rusuh namun penuh rasa
suci. Saling senyum sebab kamu sudah mau dipinjam kesana kemari, masih sanggup
berdiri sebab mengajarkan tanggung jawab yang hakiki. Entah, sejak membawamu
kami sudah seperti armada perang yang siap dalam medan apapun, menjemput
barokah dalam kondisi bagaimanapun, dan mengemban amanat sebagai penerus
generasi santri yang santun.
Kau tahu kan? Celotehan sampah ini hanya mmapu kami ucapkan
denganmu, kami lantangkan dihadapanmu! Sebab, kami tahu bahwa kamu tulus dalam
mendengarkan kami, tintamu tidak pernah membohongi kami. Sebab, ada juga benda
serupamu yang masih terlihat banyak tintanya ternyata seluruh isinya tersedot
ditengah-tengah, dan kami tahu kamu tidak seperti itu. Biar mereka yang seperti
itu yang hanya mampu menyedot semua pola pikir kami, merampas hak kebahagiaan
kami, dan membawa kami dalam tanda kutip abdi yang jadi kuli agar
melanjutkan kiprahnya. Agar kami bisa menuliskan kenangan dan sejarah perihal
kejujuran yang mengalir darimu dan kami lampiaskan melalui tulisan yang
kebohongannya masih mengalir dinadi mereka. Kami tidak mengharap mereka
tersadar, sebab tidak ada kesadaran yang dipaksa sadar, sebab disanalah jeda
kuasa tuhan mulai benar. Rahayu.
Salam santri nusantara