Sudah dua purnama telewat, aku masih kalut dengan coretan
pena dikertas kuning, dihempas sepertiga malam yang tidak pernah larut. Masih
menyoal kesetiaan, ya betul, kami masih berharap kepada sang maha harap untuk
tidak melunturkan semangat kami secuilpun.
48 jam kemarin masih dengan semangat yang sama. Satu persatu
mereka datang dengan cerita uniknya masing-masing. Ada yang membahas rindu, ada
yang menyoal tentang pribadi mandiri, sampai lampu mati membawa kita pada sinarnya
gerhana. Dan, aku hampir tersadar ternyata tidak harus gemerlap lampu, namun
hanya dengan sepercik cahaya lilin kita bisa bersama nan harmoni. Tidak pernah
menafikan perihal hari kemarin. Aku hanya bertengger membahas kebangsaan
bersama rekan sejawat dan kesimpulan pembahasan kami Cuma satu yakni kualitas.
Dia (kualitas) yang harusnya bertahan disela-sela orang yang
sudah ditunjuk tuhan, namun kadang hilang hanya perkara nestapa yang setiap
hari mengejar sampai dilupakan tentang adzan yang berkumandang dan harusnya
sudah mendekat dengan sang maha segalanya. Maaf, sepertinya itu bukan kesalahan
namun naluri yang sengaja bingung dan butuh pencerahan.
Lagi, hari masih menyoal kenangan. Sepekan lalu barusaja
bertemu dengan manusia cantik ciptaan tuhan yang jumlahnya juga tidak banyak.
Anggunnya, pintarnya, eloknya, gigihnya, uletnya, dan sampai setianya. Aku malu
melihat hal itu, segelintir orang yang dikemudian hari naskahnya disahkan tuhan
sebagai makhluk yang sukses hidup dan akhiratnya. Hanya segelintir, mereka yang
tidak pernah bersejak untuk membuat orang-orang disekitarnya lebih baik.
Tetap dengan gaya feminimnya, mereka bisa mengatrol semua
paradigma buta yang mengelabuhi orang baru disamping kanan kirinya. Terkadang
sampai terbesit direlung hati paling dalam, mengapa mereka yang hanya sedikit
bahkan tidak dekat dengan kata lebih dari, itu bisa merangkul kaum
disekitarnya, sebenarnya apa daya tarik mereka?
Sampai diseteguk terakhir kopi pagiku, aku berjalan ke rumah
tuhan untuk menjalankan fardhu jumat yang harus kulakukan, aku berfikir,
barangkali mereka tidak pernah berandai dan bersejak, apa mereka realistis?
Atau hanya menjalankan amanah saja? Tidak habis fikir sampai waktu mengulur
kami menuju ketempat bermain.
Dulu, sangat dulu sekali. Seringkali orang-orang menyalahkan
hanya karena ada pertanyaan perihal sejak. Ini juga yang membawaku kedalam
atmosfer untuk lebih memahami mereka. Untuk kali ini pemahamanku tentang wanita
dan karya indahnya tidak berbelit. Sampai aku sadar yang mereka lakukan tulus
dan bahkan tanpa merencanakan pengandaian. Yang mereka lakukan semata-mata
untuk membahagiakan yang ada dan yang didepan mata. Walaupun kadang, diantara
mereka ada yang terasingkan sejujurnya.
Namun, hanya karena mereka tidak pernah berkata “sejak ada
kami semua jadi lebih baik, sejak ada kami banyak yang dianggap salah, atau
bahkan sejak ada kalian semuanya menjadi tidak berbudaya”. Mungkin itu yang
membuat mereka selalu juara perihal indah dan setia, ah dasar bodoh. Ternyata
aku alpha di pelajaran ini.
Sampai pada akhirnya semua manusia berkesimpulan. Ribuan
pasukan pintar dibawah satu komando bodoh mungkin hanya terlihat menakutkan
tapi puluhan pasukan bodoh dibawah satu komando pintar tidak hanya terlihat
namun sudah pasti sangat menakutkan dan bisa jadi berbahaya. Oleh sebab itu,
jangan pernah bersejak perihal kualitas. Sebab apa yang dilihat orang banyak
belum tentu sah dilihat tuhan yang hanya maha satu. Dan tuhan tidak pernah
mendahulukan kuantitasnya.
Salam santri nusantara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar