Sajak kuli Santri

Hari ini aku mulai lelah, menata naskah demi naskah yang pada akhirnya terabaikan. Membuat mimpi yang sepersekian detik aku pertimbangkan nyatanya juga dicampakkan. Seakan aku ingin melepas kopyah dan sarungku ini. Bukan berarti aku tidak ingin mendapat predikat santri lagi, namun satu hal yang pelu kau ingat. Aku bukan kuli yang seenaknya kau suruh bekerja rodi. Kau tahu kan aku ini santrimu? Mengaji dan mengabdi demi mendapat barokahmu?
Sudah memasuki bulan keempat, dan kau seakan masih membuat kesepakatan tersembunyi dengan orang-orang lain untuk membuat sistem baru, hey.. kau tak ingat bukan? Ayahmu dulu kuatnya seperti apa? Wibawanya seperti apa? Tapi kenapa sekarang berubah semenjak kekuasaan ada ditanganmu sepenuhnya?
Semua orang pernah melihat senja, semua orang pernah merasakan hujan, bahkan terkadang sebagian orangpun kehujanan disaat senja. Tapi apakah kau tahu? Mereka tidak pernah mengeluh, mereka malah menganggapnya itu syahdu. Indah disore hari kehujanan rahmat dan mata melihat senja dengan gamblang sampai pada akhirnya suara tuhan memanggil dari kejauhan.
Kau berkilah seakan raja, menyebar perintah kesan kesini. Membuat titah untuk mengabdi. Sebenarnya itu kepentinganmu bukan? Berapa orang yang kau sakiti? Berapa orang yang kau lucuti? Berapa orang yang mengharap sudi tapi malah kau caci maki?
Ah aku lupa, perihal bahagia kau tak pernah mendapatkannya. Kau lupa pelajaran tentang kehujanan disaat senja. Indah bukan? Syahdu bukan? Tapi yang ada dibenakmu hanya uang uang dan uang. Sudah , itu saja. Sekarang ketika semua kocar kacir, santrimu pergi tanpa izin, mereka tiba-tiba menyimpan dendam yang tiada akhir. Lalu, apa yang mau kau perbuat lagi?
Ah aku juga lupa, bahwa kau sudah melupakan tawa saat mudamu, saat kau tahu bahwa jemuran adalah singgahan yang cocok untuk malam minggu, menikmati pakaian rusuh yang jatuh diantara dinding-dindinganya itu bagian daripada mengenang masa lalu barokah. Tapi sekarang? Faktanya kau sudah membuat kebahagiaan baru, lelahmu dulu kau anggap sebagai masa lalu.
Tentang ro’an takror dan ngaji kitab kuning, mungkin masih kau ingat. Betul, kau hanya ingat kejadiannya saja, kau tidak pernah ingat perjuangan santri-santri jaman dahulu sampai sekarang melakukannya. Usah kuulang lagi bahwa kau yang punya perintah, kehendakmu adalah kewajibanku, bukan hanya aku tapi semua yang menganggapmu guru.
Sudah itu saja celotehku didini hari ini, setidaknya aku tahu pada bulan keempat ini kau dan aku belum menjadi kita. Sehingga barokahNya masih belum bersandar disudut dinding hati kita dan mereka yang menganggapmu ada. Berdoalah, semoga kejayaan hadir disetiap detik tingkahmu. Berdoalah, semoga kebahagiaan hadir ditiap langkahmu sehingga kau tahu bahwa membuat keringat itu tak semudah membalik baju yang setengah basah. Salam lestari

(jombang, 12 april 2017)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar