Suara kami masih sama, Tuan!

Ah, akhirnya aku bertemu lagi dengan pena dan kertas serta layar kaca tiga dimensi untuk menulis lagi imaji yang sudah kau curi, kreasi yang sudah kau maki-maki dan hal-hal penting yang sudah kau hianati.
Kurang lebih enam bulan terlewat setelah kepergianku, perihal jadwal yang sudah tersusun rapi menyoal pengajian dan pengabdian sudah ditata ulang kembali, pemilihan diksi dalam rancangan program kerja, serta susunan kalimat untuk mencanangkan program satu tahun selanjutnya, sepertinya sudah matang dan tidak diragukan dihadapan kalian semua. Sampai-sampai tidak ada celah untuk melanggar dalam aturan yang sudah dituliskan garis besarnya.
Aku cukup bisa tersenyum ranum semabuk anggur, masih menikmati suasana pengajian yang sudah diformat dalam bentuk mp3, pengajian mahaguru yang sampai sekarang masih teruji. Mengaji perihal alam, kehidupan, dan sampai masa depan yang tidak perlu ditakutkan sebab barokah yang tidak mungkin tersendak karenamu, Tuan! Namun kau masih tetap sama, memaksa kata demi kata, ayat demi ayat untuk memperlakukan mereka bak anak buah. Aku tidak pernah menyoal hal tersebut, yang aku takutkan hanya satu, suara kami masih sama walau terlihat berbeda dihadapanmu!
365 Hari yang lalu kau masih ingat, bayangan kekalahan ideologi sudah menusuk bagian terdalam pemikiran santri, sehingga kata belajar dan mengaji menjadi rasa takut dan ngeri untuk menghadapi. Sampai mereka memilih pergi sebab tak ada yang bisa diajak kompromi. sepele sebenarnya, aku hanya mengingat perjuangan mereka saat ditinggal orang tuanya tanpa uang saku yang mampu membeli sarung dengan brand BHS sepertimu, yang tidak bisa order ojek online setiap waktu sepertimu, dan juga tak bisa mondar mandir kesana kemari mengurus proposal sepertimu, kau masih ingat kan syahdunya mereka yang hanya mengaji utuh, perihal barokah dan masa depan yang harusnya menjadi tanggung jawabmu, namun kau menghilang tuan, bak suara petasan dibulan ramadhan. Keras namun sekali sumbu itu terbakar dan meledak maka hilang pula jiwa dan harga dirimu.
Ah, mereka pasti hanya memendam perasaan tersebut, yang mereka tahu hanya perihal mengaji dan tukar-menukar pena saat pengajian berlangsung serta disuruh berwudhu ketika ngantuk dan menggigit-gigit ujung pena saat sang guru terlalu lambai dalam menjelaskan pelajarannya, namun saat itu mereka sedang mengatur harmonisasi kehidupan untuk menjadi lebih baik dan mencontoh tabiat yang sepertinya dicontoh, tabiatmu juga, mungkin.
Lalu kau dibantu menyelesaikan pesakitan santrimu melalui tenaga pendidik yang sangat mumpuni daripada ideologi berfikirmu, serta dibantu pula para armada perang yang siap menjunjungmu tinggi-tinggi tuan. Namun kau lupa, bahwa yang dicari mereka bukan nama baik, popularitas atau harga diri. Mereka sudah menyerahkan seutuhnya kebahagiaan mereka kepadamu, lalu alasan apalagi kau masih menghilang dan melanjutkan egomu untuk meninggalkan mereka yang masih menggandengmu ketika kau tertimpa masalah?
Sebab suara kita masih sama tuan, kau meninggalkan kami, kau membohongi kami, mempecundangi kami bahkan, kami akan terus mengabdi dan menimba ilmu serta menghormati dan menuruti apa yang kau inginkan hanya sebab kami ingin ridho serta restu dan barokah darimu, karena sesungguhnya tanpa kau ajaripun orang tua kami sudah memberi kami pelajaran perihal sopan santun, dan juga pelajaran menghargai.
Hanya sebab kau yang disohorkan saat ini pula, kami berusaha mencontoh tabiatmu , kami berusaha mencontoh perbuatan baikmu, dan orang tua kami sudah pasrah kepadamu, tolong diingat tuan, suara kami masih sama! Kami menunggu kedaulatan kebijaksanaanmu bersama orang tua kami, jangan dikecewakan !
Salam barisan para pengabdi


Kediri 28 mei 2018

Tidak ada komentar:

Posting Komentar