Dua puluh empat jam yang lalu, masih berkutat dengan chating
, argumentasi, dan segala hipotesa-hipotesa palsu perihal isu yang terjadi
di sekelilingku. Bercengkrama dengan senior di dalam sebuah surau lain yang
tidak biasanya ku lakukan, bernegosiasi renyah dengan khalayak ramai dengan
keahliannya masing-masing dan juga bertemu dengan orang-orang baru yang
kebetulan berbicara perihal setia.
Ah, aku sudah biasa dengan keadaan semacam itu, seperti tipu
muslihat yang memang nyata, aku terhipnotis oleh rayuan semesta melalui
coba-coba dalam nuansa kehidupan kita sebagai abdi dan hamba. Ada yang sok
perhatian padahal lancang, ada yang sok tak peduli padahal butuh dicari, ada
yang sok bisa padahal biasa saja, ada yang tidak sok tapi tidak juga bisa. Tak
usah menyoal kasus besar yang terjadi di negeri kita, lalu, apa yang ada di
sekililing kita bukan dinamakan palsu juga? Aku masih bertanya, apakah semesta
memang suka bercanda?
Kalaupun tidak ada prasangka, nasehat dan pembicaraan nyata,
lalu apa fungsi ego dan otak kita yang sudah candu setiap hari digesek oleh
cairan hitam dicawan itu? Rasanya mustahil bukan, jika kita bisa membuat diri
kita merdeka. Bualan-bualanku tentang diksi yang ku eja sempurna diatas ketikan
layar kacaku pun mulai tidak masuk akal semenjak aku tahu bahwa bercanda adalah
bagian kerja dari semesta.
Sebab, kita terkadang lupa bahkan pura-pura tidak tahu.
Sebab, akibat, aksi, reaksi, serta dampak yang lainnya jika kita berjuang
perihal cinta. Banyak sakit yang didera mungkin, atau malah mati rasa yang
menjelma jadi bahagia. Rasanya empat alenia ini kosong dan hanya bualan semata
juga bukan? Sekali lagi aku tak berpuisi, mencaci bahkan menjadi nabi. Aku
hanya mengungkap fakta yang terjadi sebab lalainya hati dan berserah diri.
Lima ratus jam lebih aku berkutat dengan emosi dan luapan
nafsu yang tidak bernalar. Kali ini, atas nama kami, aku berserah atas apa yang
sudah dirancang semesta perihal bahagia yang sebenarnya didepan mata. Sayangnya
kamu bahkan aku ataupun kami, masih menutup diri dengan kacamata yang tanpa
layar. Mabuk atas dasar keadilan serta diperbudak sistem atas dasar
persaudaraan tanpa mempertimbangkan perbedaan dan kasih sayang. Apakah itu
tidak mubadzir? apakah itu tidak sia-sia?
Sampai naskah ini dibuat, aku atas nama kami telah berserah
dan memohon ampun atas apa yang sudah kamu dan kami perbuat dengan harapan dan
keyakinan serta argumen pasti dari kami bahwa tidak ada bahagia yang tercipta
atas adudomba dan masalah yang ada. Hanya kita harus lebih paham apa peran
semesta dalam mengatur karya. Yakni bersujud dan berdoa!
Salam santri nusantara.